Hukrim

Dituntut 9,5 Tahun Penjara, Mantan Kadistan Kabupaten Bima Anggap JPU Berlebihan

Mataram (NTB Satu) – Jaksa Penuntut Umum (JPU) membacakan tuntutan kepada tiga terdakwa korupsi penyaluran bantuan sarana produksi (Saprodi) Cetak Sawah Baru Tahun 2016 di Bima pada sidang di Pengadilan Negeri Pikor Mataram, Selasa, 22 Mei 2023. Mantan Kepala Dinas Pertanian, Tanaman Pangan, dan Holtikultura (PTPH), M. Tayeb dituntut 9 tahun 6 bulan penjara.

Jaksa juga membacakan tuntutan secara terpisah kepada dua terdakwa lainnya yaitu Kabid Rehabilitasi Pengembangan Lahan dan Perlindungan Tanaman (RPL-PT) Dinas PTPH Bima, Muhammad, dan Kasi RPL-PT, Nur Mayangsari.

JPU, Andang Setyo Nugroho membacakan tuntutan ketiganya. Mereka dituntut berdasarkan pasal 2 UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi junto pasal 18 junto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

”Hal yang memberatkan terdakwa berbelit-belit dalam persidangan. Serta, tidak mendukung pemerintah dalam memberantas tindak pidana korupsi,” kata Andang di PN Tipikor Mataram, Senin, 22 Mei 2023.

Andang meminta majelis hakim untuk menjatuhkan pidana selama sembilan tahun dan enam bulan kepada M. Tayeb. Tidak hanya itu, M. Tayeb dibebankan membayar denda Rp500 juta.

“Apabila tidak dibayarkan maka diganti dengan pidana kurungan selama enam bulan,” kata Andang membacakan amar tuntutan di hadapan majelis hakim yang diketuai I Ketut Somanasa.

Tayeb juga dibebankan membayarkan uang pengganti kerugian negara Rp877 juta. Apabila dalam jangka waktu satu bulan tidak dikembalikan maka aset-asetnya disita.

“Jika tidak bisa menutupi kerugian negaranya maka akan diganti dengan pidana kurungan selama empat tahun,” tambahnya.

Berbeda dengan Tayeb, Muhammad dituntut JPU pidana penjara selama delapan tahun dan enam bulan penjara. Serta, denda Rp500 juta subsider enam bulan kurungan.

Selain itu Muhammad juga dibebankan membayar uang pengganti kerugian negara Rp877 juta. ”Apabila tidak dibayarkan maka diganti dengan pidana penjara selama empat tahun sembilan bulan penjara,” bebernya.

Sedangkan Nur Mayangsari pidana penjara selama sembilan tahun dan enam bulan. “Dibebankan membayar denda Rp500 juta subsider enam bulan kurungan,” ujarnya.

Selain itu, Nur Mayangsari juga dituntut membayar uang pengganti kerugian negara Rp877 juta. Apabila tidak dibayarkan dalam jangka waktu satu bulan maka asetnya akan disita.

“Jika tidak mencukupi maka akan diganti dengan pidana kurungan selama empat tahun sembilan bulan penjara,” lanjutnya.

Diketahui, dana Saprodi disalurkan melalui Kementerian Pertanian untuk bantuan bagi petani Bima. Tercatat ada 241 poktan di Kabupaten Bima masuk dalam daftar penerima bantuan.

Rinciannya Rp8,9 miliar untuk 158 poktan yang mengelola sawah seluas 4.447 hektare dan Rp5,5 miliar untuk 83 poktan dengan luas sawah 2.780 hektare. Namun, penyalurannya tidak sesuai. Seharusnya dana tersebut bisa langsun dibelanjakan oleh petani sendiri. Namun, digunakan langsung oleh Dinas PTPH Bima.

Berdasarkan perhitungan kerugian negara dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan NTB, kerugian negara mencapai Rp5,1 miliar.

Penasihat Hukum M Tayeb, Aan Ramadan mengatakan, tuntutan jaksa terlalu tinggi. Termasuk juga uang pengganti kerugian negara yang dibebankan terlalu tinggi mencapai Rp877 juta.

”Padahal berdasarkan fakta persidangan, klien saya (M Tayeb) tidak ada menikmati sedikit pun dana Saprodi tersebut,” protes Aan.

Yang lebih banyak berinteraksi dalam penyaluran dana tersebut, jelas Aan, hanya Nur Mayangsari dan Muhammad. “Kalau klien saya ini tidak mengetahui mengenai penyaluran,” katanya. (JEF)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button