Olahraga

Pengajar Bahasa Inggris di NTB Ungkap Kesalah Pahaman Alasan Pembatalan Piala Dunia U20

Mataram (NTBSatu) – Harapan Indonesia menjadi tuan rumah piala dunia U-20 telah sirna. Harapan tersebut sirna, usai Federasi Sepak Bola Dunia (FIFA) mencabut Indonesia sebagai tuan rumah pada Rabu, 29 Maret 2023 lalu.

Keputusan pencabutan Indonesia sebagai tuan rumah, disampaikan melalui rilis resmi yang dapat dilihat pada laman resmi FIFA. Namun, alasan keputusan tersebut menjadi polemik.

Pasalnya, dalam rilis FIFA, tidak disebutkan secara jelas alasan pencabutan Indonesia sebagai tuan rumah. Sehingga publik bertanya-tanya dan bahkan berpresepsi tragedi Kanjuruhan menjadi alasan pencabutan tersebut karena ada disampaikan dalam rilis.

Dosen Pendidikan Bahasa Inggris Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP), Universitas Mataram (Unram), Ahmad Junaidi, PhD., prihatin adanya polemik tersebut.

Ahmad Junaidi menyampaikan, ada kesalahan dalam melihat penyebab pencabutan status Indonesia sebagai tuan rumah. “Kesalahpahaman dalam membaca rilis FIFA ini disebabkan rendahnya literasi bahasa Inggris Indonesia,” ungkapnya, Sabtu, 1 April 2023.

Dalam rilis tersebut, FIFA menyampaikan, “FIFA has decided, due to the current circumstances, to remove Indonesia as the host of the FIFA U-20 World Cup 2023“. Artinya, FIFA memutuskan, dikarenakan situasi terkini, untuk mencabut posisi Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia FIFA U-20.

IKLAN

“Secara implisit atau tersirat, frase “current circumstances” itu dipastikan mengarah pada protes dan sikap penolakan tim Israel. Dari pemimpin daerah maupun kelompok masyarakat,” jelas Ahmad Junaidi.

Ahmad Junaidi menambahkan, ada pihak yang memelintir makna klausa “following the tragedy that occurred in October 2022” pada rilis FIFA. Klausa tersebut mengacu pada tragedi Kanjuruhan.

“Klausa ini tersurat atau jelas tertulis dalam rilis FIFA. Sehingga mudah bagi pihak media untuk membuat yang tidak paham bahasa Inggris menganggap tragedi Kanjuruhan jadi alasan,” tambahnya.

Padahal maksud dari FIFA dengan klausul tersebut, lanjut Ahmad Junaidi, adalah komitmen FIFA yang tetap membantu memperbaiki sepak bola Indonesia.

“Ini bisa dianggap sebagai sikap “cushioning the blow” atau meminimalisir rasa sakit. Agar tidak terlalu terkesan kejam, FIFA tetap ingin membantu Indonesia memperbaiki dirinya dalam hal sepak bola,” ujarnya.

Polemik ini pun menyadarkan bahwa realitas kebahasaan dan kemampuan komunikasi bahasa Inggris di Indonesia masih rendah. Hal tersebut sesuai dengan hasil riset English First yang menyatakan Indonesia menempati posisi 81 dari 111 negara pada tahun 2022. Tidak hanya Indonesia sebagai negara saja yang masih rendah, tetapi beberapa kota juga masih rendah, termasuk Kota Mataram.

“Sebagai dosen bahasa Inggris, inilah fungsi pengajaran bahasa Inggris. Tidak hanya untuk mengajari tentang bahasa dan bagaimana berkomunikasi. Tetapi juga menggunakannya untuk mempelajari wacana dunia, dan adil membaca wacana dunia dalam pertarungan ideologis dan kepentingan,” pungkas Ahmad Junaidi. (JEF)


Lihat juga:

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button