Berbagi Kisah Masa Lalu
Sukartadji Anwar menyambut kedatangan Ketua DPD PDI Perjuangan ini dengan suka cita. Di antara keluarga yang menyambut antara lain ada Prof H Zainal Asikin, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Mataram. Ada pula Dr Widodo Dwi Putro, pengajar di FH Unram yang rumahnya memang bersebelahan dengan Sukartadji.
Semenjak istrinya dipanggil Yang Mahakuasa, Sukartadji kini tinggal sendiri di rumahnya. Pada malam hari, anaknya-anaknya yang telah memiliki keluarga masing-masing, datang secara bergiliran untuk berjaga dan menemaninya. Sementara untuk kebutuhan sehari-hari, seluruhnya telah lebih dahulu dipenuhi.
Rona kebahagiaan terpancar sangat jelas dari raut wajah alumnus Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran tersebut, manakala mendapati Rachmat telah berada di pintu rumahnya. Rachmat kemudian menghampiri Sukartadji yang duduk di sofa ruang tamu. Keduanya lalu berbagi pelukan hangat. Melepas kerinduan bersama.
“Ini oleh-oleh kita jadinya ini,” kata Sukartadji pada Rachmat. Rachmat lantas menyilakan tim dari Sentra Paramita Mataram, unit kerja milik Kementerian Sosial di NTB, membawa masuk kursi roda elektrik untuk Sukartadji.
Rachmat dan Sukartadji adalah sahabat karib. Keduanya hanya terpaut usia satu tahun. Mereka sama-sama menempuh pendidikan di sekolah yang sama di Lombok Timur. Menempuh masa remaja dengan penuh suka dan duka. Rachmat bahkan sering menginap di kediaman Sukartadji yang sudah dianggap seperti keluarga sendiri.
Lama malang melintang menjadi Syahbandar dengan memimpin sejumlah pelabuhan yang menjadi unit kerja milik Kementerian Perhubungan, Sukartadji kemudian mendapat promosi menjadi Kepala Dinas Perhubungan Provinsi NTB. Saat Sukartadji memangku jabatan eselon II tersebut, Rachmat menjabat sebagai Wakil Ketua DPRD NTB.
Maka jadilah, pertemuan sore itu tak ubahnya seperti pertemuan keluarga. Kecuali kondisi kakinya yang tidak memungkinkan berjalan dengan leluasa lagi, selebihnya Sukartajdji masih sangat sehat. Suaranya pun masih terdengar jelas dan lantang.
Banyak cerita-cerita masa lalu yang menggelitik, terutama bagaimana dirinya dengan Rachmat menjalani masa muda. Keduanya pun menuturkannya dengan begitu rinci, sehingga menjadi pertemuan suka cita itu pun penuh dengan gelak tawa.
Sukartadji menuturkan, meski rajin berolahraga dan tidak merokok, situasi kesehatannya mulai menurun. Tahun 2015 sempat menjalani operasi jantung. Dokter mendiagnosa Sukartadji mengidap komplikasi penyakit seperti diabetes dan hernia tahun 2016 lalu.
“Kalau duduk, sakit di pangkal paha,” tuturnya.
Didampingi istri semasa hidup, segala ikhtiar sudah dijalani Sukartadji untuk berobat ketika kondisinya mulai susah berdiri dan berjalan.
Selain berobat di NTB, ia juga mencari dokter-dokter terbaik di luar NTB. Salah seorang dokter di NTB kemudian mendiagnosa ada masalah pada lututnya. Direkomendasikan operasi untuk mengganti bantalan lutut. Namun, di tengah menunggu jadwal operasi, Sukartaji malah tidak bisa bangun sama sekali dari tempat tidur dan hanya tergeletak.
Sukartadji kemudian menjalani operasi selama lebih dari tujuh jam. Setelah operasi, kondisinya terus membaik. Namun begitu, aktivitas berjalannya tidak lagi leluasa.
Karena itu, mendapat bantuan kursi roda elektrik dari Rachmat, membuatnya begitu bersyukur. Sukartajdi bahkan sudah menyusun rencana. Kursi roda elektrik itu akan mengantarnya untuk menunaikan ibadah salat berjamaah lima waktu di musala yang berjarak 250 meter dari rumahnya. (HAK)