Trending

Mengenal Tradisi Ogoh-Ogoh Menjelang Hari Raya Nyepi

Mataram (NTB Satu) – Menjelang Hari Raya Nyepi, umat Hindu di Indonesia melaksanakan berbagai kegiatan keagamaan sebagai bentuk penyucian diri. Salah satunya adalah ogoh-ogoh.

Ogoh-ogoh merupakan salah satu tradisi yang masuk ke dalam rangkaian Hari Raya Nyepi, yaitu ritual Bhuta Yadnya.

Bhuta Yadnya merupakan rangkaian upacara untuk menghalau kehadiran Bhuta Kala yang merupakan manifestasi unsur-unsur negatif dalam kehidupan manusia.

Bhuta Yadnya terdiri dari dua tahapan, yaitu ritual mecaru (pecaruan) dan ngrupuk (pengerupukan). Mecaru merupakan upacara persembahan aneka sesajian (caru) kepada Bhuta Kala. Upacara ini dilakukan dari tingkatan keluarga, banjar, kecamatan, kabupaten, kota, hingga tingkat provinsi.

Sementara, ngrupuk adalah ritual yang dilakukan dengan cara mengelilingi pemukiman sambil membuat bunyi-bunyian. Ritual ini pun disertai dengan penebaran nasi tawur dan asap dupa atau obor secara beramai-ramai.

Ritual ngrupuk tersebut biasanya dilakukan bersamaan dengan arak-arakan ogoh-ogoh. Hal tersebut bertujuan agar Bhuta Kala beserta segala unsur negatif lainnya menjauh dan tidak mengganggu kehidupan umat manusia.

Setelah diarak, ogoh-ogoh yang menjadi simbol Bhuta Kala ini akan dirusak. Dilakukan pengrusakan agar tidak mengganggu kehidupan umat manusia, karena diyakini sebagai unsur negatif.

Terkait sejarahnya, ogoh-ogoh bermula pada tahun 1983 di Bali. Saat itu, Presiden menetapkan perayaan hari raya Nyepi sebagai hari libur nasional. Masyarakat pun mulai membuat perwujudan Bhuta Kala, salah satunya adalah ogoh-ogoh.

Ogoh-ogoh mulai dibuat di berbagai tempat di Denpasar. Namun, boneka raksasa tersebut mulai dikenal publik dan menyebar setelah tampil dalam Pesta Kesenian Bali ke-XII.

Dikutip dari kumparan, menurut Cendekiawan Hindu, tradisi ogoh-ogoh adalah wujud keinsyafan manusia. Keinsyafan akan kekuatan alam semesta dan waktu yang maha dahsyat.

Kekuatan tersebut mencakup kekuatan bhuana agung (kekuatan alam raya) dan bhuana alit (kekuatan dalam diri manusia). Kedua kekuatan ini bisa digunakan untuk menghancurkan atau membuat dunia semakin indah.

Pada pelaksanaan tradisi ogoh-ogoh terkandung nilai kerukunan atau keharmonisan yang tumbuh di masyarakat atas hidup secara berdampingan.

Hal tersebut terlihat dari proses pembuatan pengarakan ogoh-ogoh yang menuntun pada karakter gotong royong bersama partisipasi dari seluruh kalangan.

Keikutsertaan seluruh warga memberikan makna khusus bahwa sikap toleransi terhadap sesama dapat diwujudkan dengan baik. Tradisi khas umat Hindu ini terbuka untuk umum atau bagi para wisatawan tanpa membeda-bedakan.

Secara tidak langsung, tradisi ogoh-ogoh tanpa disadari telah menciptakan nilai kerukunan atau keharmonisan yang tumbuh di masyarakat akan hidup berdampingan.

Sebab, dalam tradisi ogoh-ogoh melekat rasa kebersamaan sehingga memberikan dampak yang lebih dari sekadar sebuah kebudayaan. (JEF)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button