ADVERTORIAL

Dinas LHK NTB akan Buka Kembali Pos Pengamanan Hutan

Mataram (NTB Satu) – Setelah sempat vakum akibat Pandemi Covid-19, Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTB melalui Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) NTB akan mengaktifkan pos pengamanan hutan di NTB. Hal tersebut dilakukan untuk menekan peredaran kayu illegal yang bebas keluar dari wilayah NTB.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan NTB, Julmansyah S.Hut., M.Ap., melalui Kepala Bidang Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, Mursal S.P., M.Si., mengatakan, persoalan mengenai kerusakan hutan bukanlah sesuatu yang baru saja terjadi di NTB. Persoalan tersebut telah berlangsung cukup lama.

Hasilnya, pada tahun 2020, Gubernur NTB, Dr. H. Zulkieflimansyah S.E., M.Sc., mengeluarkan Surat Edaran tentang peredaran hasil hutan kayu. Di dalam Surat Edaran tersebut, dirancang ketentuan-ketentuan tentang peredaran hasil hutan kayu.

“Setelah Surat Edaran tersebut dikeluarkan, kami membuat pos pengamanan peredaran hasil hutan kayu yang berada di tujuh tempat. Pengamanan di pos-pos dilakukan dengan bentuk kolaborasi bersama Tim Satgas Pencegahan Percepatan Pemberantasan Perusakan Hutan yang melibatkan unsur TNI, Polri, dan perwakilan masyarakat setempat,” ungkap Mursal, Jumat, 3 Februari 2023.

Kemudian, pada tahun 2021 hingga 2022, pos-pos pengamanan tersebut vakum, karena tidak memiliki anggaran. Karena melibatkan stakeholders lain, Dinas LHK NTB tentu mesti mengeluarkan dana kepada mitra-mitra yang bersedia membantu. Pandemi Covid-19 membuat anggaran Pemprov NTB difokuskan untuk menangani masalah kesehatan.

Mursal menceritakan, pada tahun 2023, pihaknya seringkali mendengar kabar soal adanya praktik illegal logging dan perusakan hutan. Selain itu, ada pula kabar bahwa banyak kayu rimba dan kayu sonokeling yang melintas menyebrangi Pulau Sumbawa menuju Pulau Lombok. Kayu-kayu tersebut terlepas begitu saja dan keluar dari wilayah NTB tanpa ada koordinasi yang jelas.

IKLAN

“Maka dari itu, Kepala Dinas LHK NTB meminta kepada kami untuk menghidupkan kembali pos pemantauan peredaran hasil hutan NTB,” terang Mursal.

Setelah dihidupkan kembali, Dinas LHK NTB berhasil mengamankan dan memproses hasil kayu yang beredar tanpa sumber yang jelas. Apabila pembawa hasil kayu yang diamankan dapat membuktikan surat perizinan, maka Dinas LHK NTB akan biarkan melintas. Namun, jika kayu yang dibawa berasal dari sumber ilegal, maka akan diproses.

Pada akhir tahun 2022, Dinas LHK NTB berhasil memproses empat pembawa kayu ilegal, dua di antaranya ada di Bima, kemudian satu di Dompu, dan satunya lagi masih dalam proses pengejaran.

“Salah satu bentuk perizinan adalah berita acara verifikasi. Jika kayu yang ditebang berada di kawasan pribadi, maka pemilik kawasan harus melaporkan terlebih dahulu perihal penebangan yang dilakukan. Hal tersebut dilakukan agar tidak menimbulkan kebingungan dan kekacauan,” jelas Mursal.

Sejak tahun 2017, Mursal mendapati bahwa praktik illegal logging dan perusakan hutan terjadi secara terus menerus. Oleh karena itu, Dinas LHK NTB kemudian mencoba untuk membuat suatu aturan yang tidak diatur di dalam peraturan undang-undang yang lain, baik Undang-undang, Peraturan Pemerintah, atau pun Peraturan Menteri.

“Kami membuat peraturan tersebut karena ingin menutup seluruh celah yang dapat dimanfaatkan oleh pelaku praktik illegal logging dan perusakan hutan. Bentuk peraturannya adalah Surat Peredaran tentang peredaran hasil hutan,” pungkas Mursal (GSR)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button