Daerah NTB

Pengamat : Fenomena Pecat Kader Partai di NTB Agenda ‘Pembersihan’ Jelang Pemilu

Mataram (NTB Satu) – Muncul fenomena beberapa parpol di NTB yang mengeluarkan keputusan memberhentikan dan menebar ancaman pemecatan terhadap kadernya. Langkah cukup berani jelang Pemilu 2024, namun pada sisi lain dianggap keputusan yang harus diambil agar tidak membahayakan partai.

Setidaknya itu tergambar dari dua fenomena terakhir di Partai Gerindra NTB dan Partai Nasdem NTB. Menyusul ada peristiwa pemberhentian pengurus inti di Perindo NTB, juga sisi lain kejutan Golkar NTB yang kehilangan kader sekaligus tokoh di Lombok Tengah setelah berlabuh ke Nasdem.

Fenomena pecat memecat menurut pengamat Politik Universitas Muhammadiyah Mataram (Ummat), Ayatullah Hadi, biasanya berhubungan dengan bersih bersih di internal partai. Tindakan partai politik ini seringkali diukur dari loyal tidaknya kader terhadap instruksi pimpinan partai.

Ini sekaligus jadi alasan subjektif petinggi partai mengambil keputusan memberhentikan dengan tidak hormat terhadap kadernya. Pada saat yang sama, gawe besar politik tahun 2024 sudah di depan mata. Tentu fenomena ini dipandang berpotensi merugikan, bahkan berbahaya bagi partai saat ada kader tidak loyal.

“Bagi parpol bahaya dong, saat jelang pemilu ada kader yang susah diatur karena bisa membahayakan konsolidasi. Saya rasa itu salah satu alasan objektif,” kata Ayatullah Hadi.

Alasan subjektifnya dalam pandangannya dia beragam. Salah satunya masalah like dislike pimpinan ke bawahan. “Kekecewaan dan sebagainya,” sebutnya.

Dalam kasus Mori Hanafi yang diancam dipecat Gerindra setelah kedapatan ada di dalam rombongan Anies Baswedan bisa jadi contoh sikap subjektif partai. Terlepas dari alasan Mori yang secara kebetulan ada di bandara saat Anies Baswedan tiba.

Sikap Gerinda ini dilihat Ayatullah Hadi, sedang mencoba menunjukkan konsistensinya untuk mendukung Prabowo Subianto sebagai calon Presiden pada Pemilu 2024 mendatang. Karena itu, disiapkan sanksi kepada kader yang dinilai tidak sejalan dengan kebijakan partai. “Saya kira itu hal yang wajar,” sebutnya.

Namun, yang mesti diingat mekanisme PAW ataupun pemecatan, tidak dapat sembarangan dilakukan, karena harus berdasarkan aturan internal partai.

“Apakah tindakan dukung mendukung capres tertentu masuk dalam kategori pelanggaran yang harus diberikan sanksi? Itu sangat tergantung dari otoritas dan tafsir masing masing partai,” bebernya.

Situasinya berbeda dengan Kader Partai Nasdem, H. Khairul Rizal yang dipecat dari pengurus partai dan proses PAW dari keanggotaan di DPRD NTB. Terlepas dari sengaja atau tidak memberi celah untuk dipecat, faktanya Khairul Rizal sudah pindah partai.

Namun ada yang khas dalam tindakan politik suami dari Wakil Gubernur NTB Hj. Sitti Rohmi Djalillah tersebut.

“Saya kira alasannya bukan hanya melihat ruang politik semata. Namun bisa jadi karena alasan lain, diantaranya mengikuti patron politik dalam hal ini TGB yang lebih dulu ke Perindo. Kemudian sang istri yang lebih dulu memutuskan keluar dari Nasdem,” ungkap dosen Ilmu Politik ini.

Sehingga, alasan pembenarnya lengkap. Selain kebebasannya untuk mengisi ruang pengabdian politik sebagai warga negara yang dijamin Undang Undang, juga mengikuti patron politik dan kesetiaan kepada istrinya sebagai politisi dan pasangan hidup. (HAK)

IKLAN
IKLAN

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

IKLAN
Back to top button