Mataram (NTB Satu) – Penanganan kasus kapal dengan muatan ratusan ton BBM ilegal telah berproses selama empat bulan. Kini, berkas perkara kasus yang terungkap sejak 15 September 2022 itu, tengah berada di meja Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk diteliti.
“Berkasnya masih dilakukan penelitian oleh Jaksa, penyidik masih menunggu. Itu untuk ketiga tersangka, 2 nakhoda dan 1 tersangka dari pihak perusahaan,” ungkap Kabid Humas Polda NTB, Kombes Pol Artanto, kemarin.
Berkas perkara dari kasus BBM ilegal tersebut diketahui berada di meja JPU sejak bulan November 2022 lalu. Hingga kini, penyidik Ditpolairud Polda NTB masih menunggu petunjuk dari Jaksa.
Pun halnya dengan penangguhan penahanan 2 tersangka yang merupakan nakhoda dari Kapal MT Harima dan MT Anggun Nusantara. “Untuk dua tersangka nakhoda kapal masih kami tangguhkan penahanannya, dengan alasan kondisi kapal yang berada di perairan ditambah cuaca yang sedang tidak baik, merekalah yang bisa mengendalikan kapal,” tuturnya.
Sehingga menurut Kabid Humas Polda NTB itu, alasan penangguhan penahanan juga dikarenakan untuk menjaga barang bukti baik kapal dan ratusan ton BBM ilegal itu tetap terjaga. “Meski begitu personel dari Ditpolairud tetap berjaga di TKP, dengan barang bukti yang sudah dipasang garis polisi,” tukasnya.
Sementara itu, Habib, kuasa hukum dari perusahaan PT Tripatra Nusantara, selaku pemesan 407 ton BBM ilegal dari Palembang itu belum bisa memberikan komentar. “Saya saat ini masih di Rutan Praya, nanti kami kabari,” ungkapnya di hubungi via Whatsapp.
Diberitakan sebelumnya, kasus tersebut bergulir sejak 15 September 2022. Saat itu personel Ditpolairud Polda NTB yang tengah melakukan patroli, menangkap Kapal MT Harima saat sedang melakukan bongkar muat BBM di tengah perairan.
Setelah dilakukan pemeriksaan, kapal berikut muatannya tersebut dinyatakan ilegal. Sementara satu kapal lagi dengan nama MT Anggun Nusantara, juga turut diamankan meski saat itu belum dilakukan bongkar muat.
Sehingga penyidik Ditpolairud Polda NTB menetapkan tiga orang tersangka, 2 nakhoda kapal dan 1 selaku pihak dari perusahaan. Ketiganya disangkakan, Pasal 263 ayat 1 dan 2 KUHP untuk pidana umumnya. Sementara untuk pidana khususnya disangkakan Pasal 54 UU Migas. (MIL)