Opini

Penataan Dapil dan Alokasi Kursi: Antara Mandat Regulasi dan Kehendak Politis

RIA SUKANDI WAKIL SEKRETARIS DEWAN PERTIMBANGAN (IKA- PMII, KLU)

PEMILIHAN Umum (Pemilu) sebagai ruang berdemokrasi secara periodik telah diatur sedemikan rupa oleh negara dengan peraturan perundang-undangan. Secara sosiologis, sejatinya bertujuan bagaimana hajat penyelenggaraan Pemilu (serentak) dapat mengakomodasi kepentingan umum dalam arti luas, bukan sebaliknya, semisal Partai Politik (Parpol) sebagai kontestan Pemilu. Pengaturan ini sebagai instrumen regulatif institusi teknis penyelenggara Pemilu yang bertanggung jawab melaksanakan proses-proses elektoral demokrasi di tingkat nasional dan tingkat lokal. 

Institusionalisasi demokrasi dalam konteks ini adalah unsur-unsur peserta Pemilu. Dalam salah satu klausul pasal UU Nomor 2 tahun 2022 tentang Partai Politik, menegaskan pertimbangan dibentuknya Parpol antara lain menampung dinamika dan perkembangan masyarakat yang majemuk guna meningkatkan peran, fungsi, dan tanggung jawab parpol dalam merawat kehidupan berdemokrasi. Kedudukan parpol sebagai pilar dalam negara demokrasi dimestikan bisa memberi kemanfaatan yang luas melalui kontestasi politik baik di daerah maupun di pusat.

Disadur dari laman www.ditjenppkemenkumham.go.id, bahwa kualitas demokrasi dapat terwujud manakala “kapasitas” dan “kinerja” partai politik dapat ditingkatkan melalui “sistem politik”. Sistem politik menjadi roh dari iklim perpolitikan yang memberi ruang yang luas dan terbuka bagi implementasi kerja-kerja politik yang profesional guna tercapainya kinerja politik yang optimal. Demikian pula halnya kinerja politik yang berkualitas ditopang oleh seberapa presisi kapasitas aktor politik dalam arti individual maupun institusional parpol itu sendiri. Tanpanya, akan sulit tercapai kemaslahatan publik melalui kinerja parpol.

Terlebih dalam konteks mendorong terwujudnya demokrasi yang berkualitas, maka sistem nilai sedapat mungkin diletakkan sebagai pakem untuk menopang kerja-kerja politik parpol. Ia menjadi roh fatsun sebuah parpol dalam melakukan edukasi kepada masyarakat. Output ketuntasan pendidikan politik kader parpol dapat dilihat dari integritasnya melakukan kerja-kerja politik, misalnya kader parpol sebagai wakil rakyat di lembaga legislatif haruslah memiliki integritas, kejujuran, serta profesional ketika melaksanakan tupoksi representasi rakyat. Menunjukkan kerja-kerja nyata untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat. Kerja-kerja politik yang dilakoninya pun relevan dengan aspirasi rakyat selaku pemegang mandat. Sistem nilai pada akhirnya menjadi suluh parpol untuk menunjukkan kinerjanya.

Dalam kontestasi Pemilu belakangan ini sistem nilai yang diterapkan dalam penentuan kader yang akan mewakili parpol di lembaga legislatif adalah sistem proporsional setengah terbuka. Sistem yang justru menciptakan distorsi politik di internal parpol itu sendiri, sebab subjektivitas personal pengurus parpol akan sangat menentukan siapa saja yang dikehendaki mewakili parpol di parlemen.

Sistem nilai yang memperlihatkan perbedaan antara kinerja parpol dengan keinginan rakyat selaku mandatory trust. Ini berarti keberlakuan sistem nilai dalam parpol harusnya berkesesuaian dengan prinsip yang dikehendaki pemberi tali mandat demokrasi. Betapa tidak, sistem nilai yang dipilih parpol akan menuntun kadernya dalam kerja-kerja politik yang berorientasi kepentingan publik, sehingga mereka tidak selalu teragregasi oleh kepentingan parpol semata. Artinya sistem nilai yang diberlakukan dalam kontestasi Pemilu mestinya memberi rakyat kesan tidak merasa seperti membeli barang di pasar gelap karena sesuai dengan apa yang diasakan. Calon legislatif (caleg) yang duduk di lembaga perwakilan pun adalah kader parpol yang kapabel, mumpuni, aspiratif, dan berintegritas tinggi dalam memangku trust rakyat yang diamanahkan kepadanya.

Di sisi lain, merujuk kondisi rakyat saat ini yang semakin dinamis, peran penyelenggara Pemilu pun seturut dinamika dituntut untuk lebih profesional, inovatif dan produktif. Sebab pada hakikatnya penyelenggara Pemilu dalam hal ini, Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai pihak yang diberikan kewenangan oleh negara untuk menyelenggarakan Pemilu atas prinsip netralitas atau tidak berpihak pada kepentingan kelompok atau golongan tertentu. KPU berpijak atas nama regulasi perundang-undangan melaksanakan kerja elektoral kepemiluan (eksekutif-legislatif) di level nasional maupun lokal. Lembaga independen yang dibentuk oleh negara diekspektasikan mampu mewujudkan pelaksanaan pemilu tanpa tekanan dengan mendudukkan kepentingan rakyat di atas kepentingan segala-segalanya.

Dalam kedudukan sebagai lembaga penyelenggara Pemilu, KPU dimandatkan menjalankan kedaulatan rakyat melalui UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu. Melaksanakan perintah UU ini KPU RI kemudian menerbitkan sejumlah PKPU yang mengatur teknis penyelenggaraan Pemilu. Dalam hal ini KPU memiliki andil besar dalam menjaga dan merawat kelangsungan masa depan demokrasi bernegara. Mandat UU Pemilu tersebut, menuntut KPU mampu melaksanakan demokrasi Pemilu dengan prinsip kejujuran dan prinsip keadilan dari tahap persiapan, pelaksanaan hingga tahap penetapan hasil Pemilu.

Di level Kabupaten/Kota, salah satu kewenangan KPU dari sejumlah mandat regulasi kepemiluan adalah kewenangan dalam menata Daerah Pemilihan (Dapil) dan penentuan alokasi kursi, sebagaimana tertuang dalam PKPU Nomor 488 tahun 2022 tentang Pedoman Teknis Penataan Dapil dan Alokasi Kursi Anggota DPRD Kabupaten/Kota Dalam Pemilu.

Berdasarkan PKPU tersebut, baru-baru ini KPU Kabupaten Lombok Utara (KLU) telah menetapkan rancangan penataan Dapil dan alokasi kursi DPRD Lombok Utara pada Pemilu 2024. Formula Dapil yang diajukan kepada KPU RI yaitu dari 3 (tiga) Dapil menjadi 5 (lima) Dapil, dengan zona dan alokasi kursi terdiri dari Dapil I Kecamatan Tanjung (7 kursi), Dapil II Kecamatan Gangga (6 kursi), Dapil III Kecamatan Kayangan (6 kursi), Dapil IV Kecamatan Bayan (6 kursi) serta Dapil V Kecamatan Pemenang (5 kursi). Rancangan Dapil ini disahkan dalam Berita Acara KPU KLU tentang penetapan rancangan penataan Dapil dan Alokasi Kursi DPRD KLU dalam Pemliu 2024 ditandatangi pada 19 November 2022.

Rancangan Dapil itu diambil melalui mekanisme konsultasi publik lintas unsur terdiri dari parpol, organisasi kemasyarakatan, praktisi, akademisi, pemerhati politik, TNI- POLRI, mahasiswa hingga LSM. Konsultasi publik untuk mendengarkan pendapat, saran, masukan, dan tanggapan lintas unsur tersebut berdasarkan prinsip kesetaraan nilai suara, ketetapan sistem pemilu proporsional, proporsionalitas, integritas wilayah, berada dalam cakupan wilayah yang sama, kohesivitas serta prinsip kesinambungan. Usulan penataan Dapil dan alokasi kursi anggota legislatif bukan semata-mata atas mandat regulasi tapi lebih pada kepentingan politis. (*)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

IKLAN
Back to top button