Mataram (NTB Satu) – Untuk meningkatkan kualitas pekerja, Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTB melalui Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) NTB yang memanfaatkan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) menggelar sosialisasi yang diikuti oleh 20 orang pemuda dan pemudi Desa Pengengat dan Desa Teruwai, Kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok Tengah.
Kepala Disnakertrans NTB, I Gede Putu Aryadi mengatakan, sosialiasi tersebut bertujuan guna memberikan informasi terkait petunjuk teknis penyusunan proposal untuk mendapatkan bantuan modal usaha dalam bentuk peralatan. Selain itu, sosialisasi tersebut merupakan tindak lanjut dari kegiatan verifikasi dan klarifikasi data yang telah dilakukan oleh Disnakertrans NTB.
“Sosialisasi ini dilakukan untuk membantu pemuda pemudi dalam penyusunan proposal agar sesuai dengan pedoman di petunjuk teknis,” ujar Gede, Senin, 7 November 2022.
Lebih lanjut, Gede menjelaskan bahwa metode pelatihan berbasis penempatan yang diterapkan tidak hanya memfasilitasi peserta agar bisa terserap di dunia industri, tetapi juga memfasilitasi agar peserta juga dapat berwirausaha sendiri, membuka lapangan pekerjaan, dan menyerap tenaga kerja.
“Bagi pencari kerja yang belum terserap di dunia industri akan diberikan pendampingan dan pelatihan manajemen wirausaha baru dan difasilitasi peralatan, modal, serta akses marketing,” tandas Gede.
Gelaran sosialisasi yang diikuti oleh 20 orang pemuda dan pemudi Desa Pengengat dan Desa Teruwai, Kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok Tengah diketahui didanai oleh DBHCHT. Ketentuan terbaru mengenai penggunaan, pemantauan, dan evaluasi DBHCHT telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan nomor 215/PMK.07/2021 dengan pokok pengaturan, yaitu empat puluh persen untuk kesehatan, kemudian lima puluh persen untuk Kesejahteraan Masyarakat (termasuk tiga puluh persen peningkatan kualitas bahan baku, peningkatan keterampilan kerja dan pembinaan industri dan dua puluh persen pemberian bantuan) serta sepuluh persen untuk penegakan hukum.
Sosialisasi tentang Pidana Rokok Ilegal
Pengedar ataupun penjual rokok illegal termasuk melakukan pelanggaran yang dapat berpotensi sebagai pelanggaran pidana. Sanksi untuk pelanggaran tersebut mengacu pada Undang-undang RI Nomor 39 Tahun 2007 tentang cukai.
Ancaman pidana ini diatur dalam pasal 54 dan pasal 56 Undang-undang RI Nomor 39 Tahun 2007 tentang cukai. Bunyi pasal tersebut sebagai berikut:
Dalam Pasal 54 “Setiap orang yang menawarkan, menyerahkan, menjual, atau menyediakan untuk dijual barang kena cukai yang tidak dikemas untuk penjualan eceran atau tidak dilekati pita cukai atau tidak dibubuhi tanda pelunasan cukai lainnya, sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (1) Maka dipidana dengan pidana Penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit 2 (dua) kali nilai cukai dan paling banyak 10 (sepuluh) kali nilai cukai yang harus dibayar”.
Dalam Pasal 56 “Setiap orang yang menimbun, memiliki, menjual, menukar, memperoleh, atau memberikan barang kena cukai yang diketahuinya atau patut diduga berasal dari tindak pidana berdasarkan Undang-undang ini. Maka dipidana paling singkat 1 (satu) tahun paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling sedikit 2 (dua) kali nilai cukai dan paling banyak 10 (sepuluh) kali nilai cukai yang seharusnya dibayar.
Bagaimana mengenal rokok ilegal?
Ciri-ciri rokok ilegal dengan metode sederhana, yaitu pengamatan secara langsung. Cirinya adalah rokok tanpa pita cukai, rokok dengan pita cukai bekas, rokok dengan pita cukai palsu, dan rokok dengan pita cukai salah peruntukan.
Maka siapapun yang sedang menjalankan bisnis rokok dengan cukai ilegal, maka disarankan menghentikan dari sekarang. Hal ini gencar disosialisasikan stakeholders yang terlibat, seperti Bea Cukai, Sat Pol PP Provinsi NTB, Bappeda NTB, serta Pemda Kabupaten dan Kota. (GSR)