ADVERTORIAL

Punya Sektor Tembakau yang Besar, Akhirnya Pemprov NTB Berhasil Bangun KIHT

Mataram (NTB Satu) – Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTB melalui Dinas Pertanian dan Perkebunan (Distanbun) NTB membangun Kawasan Industri Hasil Tembakau (KIHT) di Eks Pasar Paokmotong, Kabupaten Lombok Timur. Pembangunan itu untuk meningkatkan kualitas bahan baku andalan, yaitu tembakau.

Kepala Bidang Perkebunan Distanbun NTB, H. Ahmad Ripai SP., M.Si., mengatakan, latar belakang dari pembangunan KIHT lantaran NTB, khususnya Pulau Lombok, memiliki lahan budi daya tembakau yang cukup luas, bahkan menjadi nomor tiga terluas di Indonesia. Selain itu, tembakau NTB kerap dibeli oleh orang luar Pulau Lombok.

“Peredaran rokok ilegal juga menjadi alasan kami untuk membangun KIHT. Saya kira, tiga alasan itu sudah cukup untuk menerangkan alasan kami untuk membangun KIHT,” ujar Ripai, Minggu, 30 Oktober 2022.

Lebih lanjut, Ripai menerangkan, KIHT adalah tempat mengumpulkan orang-orang yang bergiat pada bidang industri hasil tembakau. Para pengusaha berusaha dalam satu tempat, sehingga barang-barang yang diproduksi di KIHT tidak dapat diilegalkan. Keinginan untuk membangun KIHT, telah ditetapkan oleh Distanbun NTB sejak tahun 2021.

“Semua produk yang diproduksi di KIHT adalah legal,” papar Ripai.

Pembangunan KIHT di Lombok Timur, diketahui didanai oleh Dana Bagi Hasil Cuka Hasil Tembakau (DBHCHT). Ketentuan terbaru mengenai penggunaan, pemantauan, dan evaluasi DBHCHT telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan nomor 215/PMK.07/2021 dengan pokok pengaturan, yaitu empat puluh persen untuk kesehatan, kemudian lima puluh persen untuk Kesejahteraan Masyarakat (termasuk tiga puluh persen peningkatan kualitas bahan baku, peningkatan keterampilan kerja dan pembinaan industri dan dua puluh persen pemberian bantuan) serta sepuluh persen untuk penegakan hukum.

IKLAN

Sosialisasi tentang Pidana Rokok Ilegal

Pengedar ataupun penjual rokok illegal termasuk melakukan pelanggaran yang dapat berpotensi sebagai pelanggaran pidana. Sanksi untuk pelanggaran tersebut mengacu pada Undang-undang RI Nomor 39 Tahun 2007 tentang cukai.

Ancaman pidana ini diatur dalam pasal 54 dan pasal 56 Undang-undang RI Nomor 39 Tahun 2007 tentang cukai. Bunyi pasal tersebut sebagai berikut:

Dalam Pasal 54, “Setiap orang yang menawarkan, menyerahkan, menjual, atau menyediakan untuk dijual barang kena cukai yang tidak dikemas untuk penjualan eceran atau tidak dilekati pita cukai atau tidak dibubuhi tanda pelunasan cukai lainnya, sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (1) Maka dipidana dengan pidana Penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit 2 (dua) kali nilai cukai dan paling banyak 10 (sepuluh) kali nilai cukai yang harus dibayar.”

Dalam Pasal 56, “Setiap orang yang menimbun, memiliki, menjual, menukar, memperoleh, atau memberikan barang kena cukai yang diketahuinya atau patut diduga berasal dari tindak pidana berdasarkan Undang-undang ini. Maka dipidana paling singkat 1 (satu) tahun paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling sedikit 2 (dua) kali nilai cukai dan paling banyak 10 (sepuluh) kali nilai cukai yang seharusnya dibayar.”

Bagaimana mengenal rokok ilegal?

Ciri-ciri rokok ilegal dengan metode sederhana, yaitu pengamatan secara langsung. Cirinya adalah rokok tanpa pita cukai, rokok dengan pita cukai bekas, rokok dengan pita cukai palsu, dan rokok dengan pita cukai salah peruntukan.

Maka siapapun yang sedang menjalankan bisnis rokok dengan cukai illegal, maka disarankan hentikan dari sekarang. Hal ini gencar disosialisasikan stakeholders yang terlibat, seperti Bea Cukai, Sat Pol PP Provinsi NTB, Bappeda NTB, serta Pemda Kabupaten dan Kota. (GSR)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button