Sumbawa

Selain Populer sebagai Pulau Terpadat di Dunia, Bungin Punya Potensi Wisata Luar Biasa

Sumbawa (NTB Satu) – Pulau Bungin yang terletak di Kecamatan Alas, Kabupaten Sumbawa, NTB terkenal sebagai pulau terpadat di dunia. Meski demikian, Pulau Bungin juga punya potensi pariwisata olahraga yang bisa dikembangkan hingga taraf nasional bahkan internasional.

Untuk perhelatan tahunan, Pulau Bungin ingin menghidupkan kembali lomba renang terpanjang se-NTB, bahkan Indonesia. Para peserta lomba renang bakal berenang sejauh 5 kilometer, yang dimulai dari Labuhan Alas dan finis di dermaga Pulau Bungin. Lomba renang itu nantinya dapat mengundang perenang-perenang bertaraf nasional dan internasional untuk diadu dengan perenang tradisional asal Pulau Bungin.

Kepala Desa Pulau Bungin, Jaelani S.H., mengatakan, potensi pariwisata Pulau Bungin cukup besar. Pemerintah desa, kabupaten, dan provinsi perlu memikirkan strategi kolaborasi untuk mengembangkan Pulau Bungin. Saat ini, Pulau Bungin sangat membutuhkan dukungan dari berbagai pihak untuk pengembangan potensi pariwisata.

“Saat ini, kami sedang menganjurkan masyarakat untuk selalu menjaga kebersihan demi kenyamanan para wisatawan yang datang,” ungkap Jaelani, ditemui NTB Satu di ruang kerjanya, Senin, 27 Juni 2022.

Melalui surat keterangan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kabupaten Sumbawa, Desa Pulau Bungin sudah ditetapkan sebagai desa pariwisata. Setiap wisatawan datang berkunjung, masyarakat Pulau Bungin selalu menampilkan pertunjukan budaya, seperti joget bungin dan manca (pencak silat).

“Selain punya wisata budaya, kami punya produk-produk kuliner yang sudah masuk retail-retail moder,” terang Jaelani.

IKLAN

Dalam satu bulan, wisatawan asing berdatangan hingga dua kali. Mereka datang dari Labuan Bajo, NTT kemudian mampir menuju Pulau Bungin dan bersandar di Bali, begitu pun sebaliknya. Wisatawan yang kerap berdatangan berjumlah empat hingga sepuluh orang per sekali kunjungan.

“Wisatawan tertarik datang karena gelar Pulau Bungin, pulau terpadat di dunia. Atas dasar itu, wisatawan penasaran kemudian datang untuk menyaksikan langsung keadaan Pulau Bungin,” papar Jaelani.

Pulau Terpadat

Pintu masuk pulau bungin. Foto : GSR

Penyebab Pulau Bungin menjadi sangat padat adalah angka kematian yang sangat timpang dengan angka kelahiran. Angka kelahiran cukup tinggi di Pulau Bungin.

Saat ini, jumlah penduduk Pulau Bungin mencapai sekitar 3.600 orang. Jumlah Kepala Keluarga mencapai angka 1.035. Sementara itu, luas wilayah Pulau Bungin hanya 16 hektare.

“Kalau dibandingkan luas wilayah dengan jumlah penduduk, tampak sangat timpang dan tidak sesuai. Namun, inilah yang membuat Pulau Bungin menjadi unik,” tutur Jaelani.

Saking padatnya, Pulau Bungin memiliki kambing ternak yang makan segalanya termasuk kertas. Namun, bila wisatawan berdatangan, pemerintah Desa Pulau Bungin akan minta ke masyarakat untuk menyiapkan kertas yang agak bersih.

“Pasalnya, kami tidak ingin hewan ternak yang dimiliki masyarakat selalu memakan makanan yang asal-asalan,” kata Jaelani.

Asal Usul Masyarakat Pulau Bungin

Nenek moyang masyarakat Pulau Bungin berasal dari suku Bajo, Pulau Sulawesi. Mayoritas suku Bajo adalah pelaut, maka sebagian besar masyarakat Pulau Bungin turut serta menjadi nelayan.

“Awalnya, suku Bajo hidup nomaden. Tapi, karena Pulau Bungin punya kekayaan laut yang melimpah, nenek moyang putuskan untuk menetap,” cerita Jaelani.

Belum ada yang mengetahui secara pasti mengenai kedatangan suku Bajo menuju Pulau Bungin. Oleh karena itu, pemerintah Desa Pulau Bungin sedang berupaya untuk membentuk tim sejarah kemudian menyepakati hari lahir Pulau Bungin. Pasalnya, masyarakat Pulau Bungin ingin sekali merayakan hari lahir Pulau Bungin.

“Tapi, menurut cerita yang turun temurun, nenek moyang kami mulai menetap di Pulau Bungin jauh sebelum zaman kolonial Belanda,” ujar Jaelani.

Istilah Bungin berasal dari kata Bubungin yang memiliki arti tumpukan pasir putih. Dahulu, di Pulau Bungin terdapat tumpukan pasir putih yang kemudian dijadikan tempat tinggal oleh nenek moyang masyarakat Pulau Bungin.

“Di sanalah nenek moyang kami bersandar dan mulai tinggal serta membangun rumah panggung,” pungkas Jaelani. (GSR)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button