Mataram (NTB Satu) – Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) NTB mulai membahas pembentukan tim pelaksana museum geologi tentang sejarah Gunung Rinjani dan Gunung Tambora bersama Gubernur NTB, Ketua Ombudsman RI NTB, pihak Geopark Rinjani, dan Geopark Tambora pada Senin, 23 Mei 2022. Pembentukan tim pelaksana ini untuk menindaklanjuti usulan Gubernur NTB, Dr. H. Zulkieflimansyah agar NTB membangun museum tentang sejarah Gunung Rinjani dan Gunung Tambora.
Beberapa poin yang dihasilkan dari rapat tersebut, mulai dari pembentukan museum hingga mendorong pembentukan Program Studi (Prodi) Geologi di perguruan tinggi yang ada di NTB.
“Pertama, kami segera membentuk tim kecil untuk mulai tugas tersebut. Kedua, rencana akan dibangun museum geologi. Ketiga, akan didukung dengan kompetensi jurusan geologi di SMK, dan mendorong perguruan tinggi membuka Prodi Geologi,” terang Kepala Dikbud Provinsi NTB, Dr. H. Aidy Furqan.
Sementara itu, mengenai konsep museum dan lokasi pembangunan akan dibahas menyusul oleh tim kecil tadi. Gubernur NTB meminta agar museum itu selesai dibangun sebelum dihelatnya World Superbike (WSBK) atau pada akhir tahun ini.
Sebelumnya, permintaan itu disampaikan oleh Bang Zul, sapaan akrab Gubernur NTB saat memberikan sambutan pada acara Gebyar Budaya 2022 di Taman Mayura, Kota Mataram pada Sabtu, 21 Mei 2022. Tujuannya, untuk mengingatkan masyarakat dunia tentang dampak letusan Gunung Rinjani dan Gunung Tambora yang mengubah iklim bahkan peradaban dunia.
Terlebih, saat ini pariwisata NTB sudah mulai bangkit setelah pandemi. Selain itu, NTB juga menjadi tuan rumah dari banyak perhelatan berskala internasional, seperti Motocross Grand Prix atau MXGP, WSBK, dan MotoGP. Sehingga mekanisme untuk memperkenalkan kekayaan sejarah itu dirasa akan lebih mudah.
“Dengan banyak event ini, tentu banyak yang akan datang menonton di NTB. Namun, mereka datang ke NTB bukan hanya datang menonton balap saja, tetapi ingin berziarah ke masa lalu melihat kekayaan budaya yang dimiliki NTB,” ujar Bang Zul.
Gunung Tambora sendiri, merupakan ikon terbesar bagi dunia internasional untuk melihat dan mempelajari dampak perubahan iklim akibat erupsi. Dimana pada tanggal 10 April 1815, Tambora meletus secara dahsyat dan gemuruhnya terdengar hingga Sumatera. Letusan itu, pada tahun 1816 tercatat sebagai ‘tahun tanpa musim panas’ di Eropa dan Amerika Utara, juga menyebabkan gagal panen dan menimbulkan kelaparan besar di berbagai negara, termasuk Amerika Utara, Tiongkok, India dan Eropa.
Tidak hanya itu, akibat perubahan iklim yang luar biasa dingin selama tiga tahun, membuat Kaisar Prancis, Napoleon Bonaparte takluk pada perang Waterloo oleh musuhnya negara sekutu Inggris-Belanda-Jerman. Padahal, pada perang tersebut Napoleon diketahui memiliki lebih banyak armada. Dalam sebuah teori oleh Napoleon Society, kekalahan Napoleon dipengaruhi oleh bencana iklim yang ditimbulkan oleh Tambora.
Masa itu, banyak kuda yang mengalami kematian, sehingga menjadi titik awal terciptanya Laufmaschine (‘mesin berjalan’ dalam bahasa Jerman) yang menjadi cikal bakal sepeda modern. Sedangkan korban manusia, Oppenheimer (2003) menyebutkan total kematian akibat bencana Tambora adalah 71.000 jiwa.
Jauh sebelum itu, pada abad ke-13, Eropa Barat juga mengalami apa yang disebut sebagai tahun ‘tahun yang gelap’ atau ‘tahun yang berkabut’ karena erupsi. Tidak ada yang tahu dari mana sumber letusan, hingga pada tahun 2013, ahli gunung berapi dari Prancis, Franck Lavigne dan tim akhirnya mengungkap bahwa letusan berasal dari Gunung Samalas (Gunung Rinjani sekarang) yang ada di Pulau Lombok, dengan cara mencocokkan sisa kandungan geokimia material vulkanis yang ditemukan dengan kandungan yang ada di Lombok. (RZK)