Mataram (NTB Satu) – Budidaya udang Vannamei mengalami kemajuan yang signifikan di Asia karena memiliki nilai ekonomi dan ekspor yang tinggi. Indonesia, sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, memiliki potensi besar untuk produksi udang.
Sejak tahun 2014, Provinsi NTB telah menjadi salah satu produsen udang terbesar di Indonesia dengan jumlah produksi 150.000 ton pada tahun 2020.
Saat ini, sekitar 5.000 hektar lahan digunakan untuk budidaya udang di provinsi ini, sementara potensinya lebih dari 20.000 hektar lahan dapat digunakan untuk meningkatkan produksi udang di NTB.
Untuk mendukung pemerintah daerah dalam memperkuat produktivitas budidaya dengan mengadopsi praktik budidaya udang yang lebih berkelanjutan, UNIDO dan UNEP dalam program “Accelerating SDGs Investment in Indonesia” (ASSIST) Program bersama Perserikatan Bangsa Bangsa berkolaborasi dengan “Global Quality and Standards” UNIDO Program (GQSP) Indonesia SMART Fish-2”.
Sebagai bagian dari upaya ini, kegiatan peningkatan kesadaran atau sosialisasi secara hybrid dilaksanakan berfokus pada informasi seputar Standar Operasional Prosedur (SOP) Akuakultur, sertifikasi IndoGAP (Good Aquaculture Practice) dan Budidaya Udang Organik di Desa Kidang, Lombok Tengah, 12 Mei 2022.
Kegitan ini melibatkan pakar akuakultur UNIDO, Prof. Sukenda, M.Sc dan drh. Novia Priyana dan pakar internasional UNIDO Ralph Liebing, serta dari Lembaga Penelitian Pertanian Organik (Research Institute of Organic Agriculture) FiBL Swiss Dr. Timo Standlander.
Kegiatan ini dibuka oleh Gubernur Nusa Tenggara Barat, Dr. H. Zulkieflimansyah yang diwakili oleh Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinisi Nusa Tenggara Barat, Muslim, ST, M.Si
Lebih dari 50 peserta dan melibatkan banyak komunitas pembudidaya udang di Pulau Lombok mengikuti kegiatan ini. Karena manfaat yang terbatas dari praktik budidaya tradisional yang biasa dilakukan oleh petani Lombok dalam meningkatkan hasil produksi udang.
Acara ini berfokus pada pendekatan budidaya udang vannamei yang inovatif dan berwawasan lingkungan yang memiliki rekam jejak yang terbukti membantu meningkatkan produktivitas dan meningkatkan performa bisnis.
Selain itu, peserta acara diperkenalkan dengan manfaat transisi menuju budidaya organik, yang memungkinkan produsen meningkatkan hasil penjualan sekaligus mengurangi dampak lingkungan melalui pelestarian keanekaragaman hayati, menghindari penggunaan bahan kimia sintetis, dan meningkatkan efisiensi nutrisi. Standar organik juga membuka jalan menuju inklusivitas dan penciptaan lapangan kerja yang mengarah pada keberlanjutan sosial.
Pengetahuan yang terkait dengan praktik budidaya berkelanjutan juga diproyeksikan untuk membuka akses ke pinjaman terkait SDGs sebagai skema pembiayaan inovatif. Hal ini memungkinkan petani lokal untuk memperluas bisnis, investasi, peluang kerja sama melalui jaringan pasar global, dan mendukung ekonomi hijau secara luas. (ABG)