Daerah NTB

Pernikahan Anak di NTB Meningkat, Dikbud NTB Cegah Lewat Larangan Pacaran di Sekolah

Mataram (NTB Satu) – Kecenderungan adanya peningkatan jumlah kejadian (prevalansi) perkawinan anak di NTB menjadi perhatian Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) NTB. Dinas Dikbud NTB menyiapkan program pencegahan lewat larangan pacarana di sekolah yang merupakan bagian dari Sekolah Ramah Anak (SRA).

Dalam hasil penelitian yang dirilis Save the Children, disebutkan terdapat dua anak yang dinikahkan setiap harinya di NTB. Dari data dispensasi perkawinan Kanwil Kementerian Agama Provinsi NTB tahun 2019 terdapat sebanyak 311 permohonan dan di tahun 2020 sebanyak 803 permohonan. Terdapat kenaikan 492 permohonan dispensasi perkawinan.

IKLAN

Data tersebut juga didukung dengan data dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi NTB yang mencatat per November 2021 terdapat 2.313 murid SMA/SMK yang putus sekolah dengan penyebab utamanya perkawinan anak dan bekerja membantu ekonomi keluarga.

“Saya menyadari hal tersebut, karena ketika anak-anak itu berada di luar zona sekolah kita susah untuk mengontrolnya dan saya menyayangkan anak-anak seperti itu,” ujar Kepala Dinas Dikbud NTB, H. Aidy Furqan saat ditemui NTB Satu, Senin (30/1).

Pemerintah Provinsi NTB melalui Dinas Pendidikan dan Kebudayaan pada 2022 telah mengeluarkan program Sekolah Ramah Anak sebagai salah satu upaya untuk mencegah pernikahan usia dini.

“Tahun 2022-2023 kami melihat perkembangan anak-anak, banyak juga yang terpaksa menikah, akhirnya saya mengeluarkan program SRA (Sekolah Ramah Anak), salah satu penekanannya adalah tidak boleh pacaran di sekolah,” ujar Aidy.

IKLAN

Selain SRA, langkah preventif yang sebelumnya dilakukan oleh Dikbud NTB yaitu melakukan sosialisasi secara masif untuk pencegahan usia pernikahan dini bersama DP3AP2AKB dan Dharma Wanita Dikbud NTB.

“Sosialisasi, pengawalan dan pendampingan sangat diperlukan, terutama dari orang tua dan ini dari dulu saya sampaikan begitu. Kalau orang tuanya peduli terhadap anaknya pasti tercegah, misalnya terlambat pulang ditanya, ditelepon, atau disuruh pulang. Kadang-kadang tidak pulang dibiarin, nah ini tidak terkontrol,” tambah Aidy.

Tidah hanya preventif, langkah kuratif juga ditempuh oleh Dikbud NTB dengan membentuk Sekolah Terbuka. “Karena jika sudah terjadi anak tidak boleh sampai putus sekolah yang dapat berpengaruh pada angka rata-rata langsung sekolah dan harapan lama sekolah,” pungkas Aidy. (JEF)

IKLAN

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button