Mataram (NTB Satu) – Kementerian Dalam Negeri meminta Pemprov NTB agar terus mempercepat penanganan beberapa hal yang dianggap sangat urgen untuk segera dituntaskan, seperti masalah stunting dan kemiskinan ekstrem. Berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan tahun 2021, prevalensi stunting di NTB masih berada di angka 31,4 persen.
Hal tersebut disampaikan Mendagri Tito Karnavian melalui Direktur Jenderal Bina Pembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri Teguh Setyabudi dalam acara pembukaan Musrenbang RKPD NTB 2023 yang berlangsung di Hotel Lombok Raya, Kamis 31 Maret 2022. Ia mengatakan, peran Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) dan Posyandu dalam menangani masalah stunting sangat penting.
“Diperlukan optimalisasi peran PKK dan Posyandu dalam penurunan angka stunting ini,” kata Teguh Setyabudi.
Perlunya kolaborasi dua lembaga ini karena program kerja yang dimilikinya banyak yang menyentuh masyarakat di tingkat bawah. Misalnya di PKK ada program pemanfaatan pekarangan untuk ketahanan pangan keluarga Indonesia, program sosialisasi dan promosi makanan berbahan baku lokal, kegiatan bedah rumah untuk menciptakan Rumah Layak Huni (Hasil kerjasama dengan PUPR) dan lain sebagainya.
Sementara Posyandu juga memiliki program kesehatan ibu, bayi, dan balita, program kesehatan anak usia sekolah dan remaja, kesehatan usia produktif, kesehatan lanjut usia, perbaikan gizi masyarakat dan lainnya.
Terkait dengan kemiskinan ekstrem, Teguh Setyabudi mengatakan, angka kemiskinan ekstrem di Provinsi NTB sebanyak 284 ribu jiwa. Terdapat 8 Kabupaten/Kota yang termasuk dalam 212 kabupaten wilayah prioritas tahun 2022 secara nasional yaitu Kabupaten Lombok Barat, Kabupaten Lombok Tengah, Kabupaten Lombok Timur, Kabupaten Sumbawa, Kabupaten Sumbawa Barat, Kabupaten Lombok Utara, Kota Mataram, Kota Bima.
Kemiskinan ekstrem diukur menggunakan “absolute poverty measure” yang konsisten antar negara dan antar waktu. Miskin ekstrem didefinisikan sebagai kondisi dimana kesejahteraan masyarakat berada di bawah garis kemiskinan esktrem-setara dengan USD 1,9 Purchasing Power Parities (PPP). Adapun tingkat kemiskinan ekstrem tahun 2021 secara nasional sebesar 4% atau 10.865.279 jiwa.
“Sesuai dnegan arahan Presiden Joko Widodo pada rapat terbatas tentang strategi penanggulangan kemiskinan ekstrem pada 21 Juli 2021 yang mengamanatkan angka kemiskinan ekstrem turun hingga 0% pada 2024,” jelasnya.
Selain masalah stunting dan kemiskinan ekstrem, Teguh juga memaparkan realisasi indikator makro di Provinsi NTB. Dimana pertumbuhan ekonomi Provinsi NTB mengalami peningkatan dari tahun 2020 sebesar -0,640% menjadi 2,3% pada tahun 2021. “Perlu upaya lebih lanjut dan berkesinambungan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi Provinsi NTB,” sarannya.
Persentase penduduk miskin di Provinsi NTB mengalami penurunan. Tahun 2021 tingkat kemiskinan sebesar 13,83%, sementara tahun 2020 yaitu sebesar 14,23%. Meski demikian tingkat kemiskinan Provinsi NTB masih diatas nasional.
Khusus terkait dengan stunting ini, Gubernur NTB Dr. H Zulkieflimansyah mengatakan pihaknya memiliki data by name by address yang ada di masing-masing Posyandu di seluruh NTB. Sehingga kata Gubernur, angka stunting di tahun 2021 di NTB ada pada kisaran 19 persen. “Tadi Bu Wagub bilang ke saya, angkanya tidak sampai 31 persen, namun di kisaran 19 persen, karena ada data by name by address,” katanya.(ZSF)