Mataram (NTB Satu) – Dua Perguruan Tinggi Swasta (PTS) diduga gelapkan dana beasiswa melalui Program Bidikmisi. Praktik itu berlangsung selama enam bulan di tahun 2021, pada periode mahasiswa menerima beasiswa.
Modus itu ditemukan Ombudsman RI Perwakilan NTB setelah melakukan penelusuran setahun terakhir. Bantuan belajar yang dihajatkan untuk mahasiswa tidak mampu dan terdampak pandemi, diduga tidak disetorkan ke yang berhak.
“Berdasarkan hasil investigasi kami, ada dua kampus swasta yang melakukan praktik ini. Kalau dalam pidana, itu sebutannya penggelapan. Kalau dalam kewenangan kami, sebutannya maladministrasi,” kata Kepala Ombudsman RI Perwakilan NTB, Adhar Hakim.
Modus kampus tersebut, dengan menahan dana beasiswa yang masuk dari pemerintah pusat tersebut, yang seharusnya diperuntukan mahasiswa untuk membayar biaya pendidikan.
Hasil identifikasi, lamanya penahanan dana beasiswa mencapai enam bulan. Satu kampus mendapat dana Rp 700 juta, satu kampus lainnya Rp 400 juta, dengan total akumulasi dua kampus tersebut Rp 1,1 miliar lebih. “Totalnya satu miliar lebih. Jadi gak tanggung tanggung,” ujarnya.
Setelah temuan itu, Ombudsman kemudian melakukan klarifikasi dan konfrontir dengan dokumen yang sudah didapat. Hasilnya, petinggi salah satu kampus mengakui perbuatannya dan bersedia mengembalikan dana tersebut dengan menyerahkan ke mahasiswa yang berhak.
“Satu kampus sudah kembalikan. Satu kampus lagi sedang dalam proses,” ujarnya.
Praktik itu sangat disesalkan pihaknya, sebab di masa pandemi bantuan bidik misi bagi mahasiswa sangat membantu meringankan beban biaya pendidikan. Apalagi penerimanya adalah mahasiswa kurang mampu. Namun praktik korup justeru dilakukan dua civitas akademika tersebut.
Temuan Beasiswa PIP
Tidak hanya kampus, praktik sama ditemukan di sekolah sekolah swasta, bahkan sebuah bank nasional terlibat. Sebuah bank nasional menahan enam bulan dana beasiswa senilai Rp 150 juta. “Kalau dalam istilah perbankan ini namanya kecurangan atu fraud,” ujarnya.
Sementara di tingkat sekolah swasta, ditemukan dugaan penyimpangan di puluhan Madrasah melibatkan kepala sekolah. Nilai akumulasinya juga mencapai Rp 800 juga lebih. “Temuan terbagi dalam dua bagian, ada yang Rp 300 juta sampai Rp 500 juta,” ujarnya.
Terhadap pihak sekolah dan bank nasional itu, pihaknya juga sudah mengeluarkan rekomendasi pengembalian atau menyerahkan ke siswa dan mahasiswa yang berhak. “Sebagian saat ini sedang proses tindaklanjut,” tutupnya. (HAK)