Hukrim

Polda NTB Setop Kasus Kerusakan Lingkungan PT TCN

Mataram (NTBSatu) – Lama tak terdengar, Polda NTB menghentikan kasus kerusakan ekosistem laut di Gili Trawangan, Lombok Utara akibat aktivitas PT Tiara Cipta Nirwana (TCN).

Penghentian itu tertuang dalam Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan (SP2HP) Nomor B141/XVRES 53/2024/Dit Reskrimsus.

Kabid Humas Polda NTB, Kombes Pol Mohammad Kholid yang dikonfirmasi tak banyak berkomentar. “Saya cek dulu ya,” katanya kepada NTBSatu, Selasa, 15 April 2025.

Berdasarkan surat yang NTBSatu terima, polisi menghentikan penyelidikan kasus perusahaan “kakap” itu berdasarkan pemeriksaan saksi-saksi. Di antaranya, terlapor, ahli terumbu karang, dan ahli pidana.

Selain itu, pihak Dit Reskrimsus Polda NTB juga telah melakukan gelar perkara terhadap di tahap penyelidikan. Kesimpulannya, laporan tanggal 13 Mei 2024 tentang dugaan tindak pidana bidang lingkungan hidup terkait dengan kerusakan terumbu karang di perairan Gili Trawangan, tidak berlanjut. Polisi belum dapat meningkatkan status perkara ke tahap penyidikan.

IKLAN

Dalam surat tanggal 29 November 2024 tersebut membeberkan, kondisi awal pada 8 Desember 2023, presentase tutupan karang keras hidup sebesar 38,54 persen.

Kemudian setelah adanya tutupan limbah atau sedimentasi, ada pengecekan pada 8 Mei 2024 presentase tutupan karang keras hidup pada lokasi yang sama. Hasilnya, mengalami penurunan menjadi 2.60 persen.

Hal itu menunjukkan terjadinya penurunan kondisi terumbu karang. Dari kondisi rusak sedang menjadi kondisi rusak buruk.

Memang benar ada kerusakan terumbu karang yang timbul akibat kegiatan pengeboran pemasangan pipa intake oleh PT TCN. Namun surat itu menyebut, kerusakan tersebut tidak melampaui kriteria baku kerusakan terumbu karang.

Sesuai Keputusan Menteri (Kepmen) Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LH) Nomor 4 Tahun 2001, kriteria baku kerusakan terumbu karang yang dapat ditenggang adalah 50 persen.

“Sedangkan kondisi awal sebelum adanya kegiatan PT. TCN adalah 38 persen. Sehingga dari awal kondisi terumbu karang sudah rusak,” bunyi surat tersebut.

Karena itu, ahli berpendapat bahwa dalam kasus ini PT TCN cukup mendapat sanksi administratif terlebih dahulu. Hal itu berdasarkan UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang menganut asas ultimum remidium.

“Dan bila sanksi administrasi tidak dilaksanakan baru diberikan sanksi pidana,” tegas surat ditandatangani AKBP Wendy Andrianto.

Pelapor Pertanyakan Kinerja Kepolisian

Terpisah, pelapor kasus kerusakan lingkungan Gili Trawangan, Wiramaya Arnadi mempertanyakan kinerja Dit Reskrimsus Polda NTB. Padahal, aktivitas PT TCN sudah Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) hentikan.

“Saya juga bingung kalau dasarnya belum ada kajian dari terumbu karang dan sebagainya. Padahal KKP sudah punya itu smua. Faktanya mereka berani menutup, artinya sudah ada kajia,” tegasnya.

KKP sebelumnya mencabut izin pemanfaatan ruang laut (PRL) PT TCN yang menyuling air laut menjadi air bersih di Gili Trawangan. KKP mencabut PRL PT TCN pada 27 September 2024 lalu.

Berangkat dari itu, menurut Wiramaya, PT TCN seharusnya tidak lagi harus beroperasi di Gili Trawangan. “Karena dengan pencabutan izin KKP, artinya kan, sudah semua (masalah) dalam kajian. Termasuk ahli-ahli,” ucapnya.

Sebagai informasi, PT TCN adalah perusahaan swasta yang bekerjasama dengan PDAM Amerta Dayan Gunung, Kabupaten Lombok Utara. PT TCN bergerak di bidang penyediaan air bersih kawasan Gili Trawangan.

Perusahaan tersebut menyediakan air bersih dari hasil penyulingan air laut yang menerapkan metode Sea Water Reverse Osmosis atau SWRO.

Kasus kerusakan ekosistem laut oleh PT TCN ini pun masuk dalam pengusutan Dit Reskrimsus Polda NTB. Proses penanganan masih berjalan di tahap penyelidikan.

Aktivitas pengeboran PT TCN diduga mengakibatkan kerusakan laut sebesar 1600 meter persegi. Kerusakan berada di titik pemasangan pipa. (*)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button