Mataram (NTB Satu) – Setelah kontrak PT. Gili Trawangan Indah (GTI) diputus, masalah tidak selesai begitusaja. Muncul indikasi pungutan liar (Pungli) di balik kontrak berkepanjangan pengelolaan HPL Gili Trawangan yang tidak sesuai ketentuan sebelumnya.
Dugaan pungli itu dilaporkan masyarakat ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB, terkait pemanfaatan lahan 75 hektar di Gili Trawangan. Pada pemanfaatan lahan yang seharusnya dikelola PT. GTI dan retribusinya ke Pemprov NTB itu, muncul dugaan sewa menyewa lahan yang tidak masuk ke kas daerah.
Kejati NTB pun mulai pengumpulan data untuk menindaklanjuti laporan pengaduan dugaan korupsi pengelolaan aset Pemprov NTB di Gili Trawangan tersebut. Sewa di bawah tangan ini terindikasi tindak pidana korupsi.
Juru Bicara Kejati NTB Dedi Irawan dikonfirmasi Selasa (19/10) menjelaskan, laporan pengaduan itu sudah ditelaah dan ditindaklanjuti Bidang Intelijen.
Pada proses pendalaman awal sesuai mekanisme penanganan laporan pengaduan, sudah dilakukan pengumpulan data.
“Kita sudah agendakan Pulbaket (Pengumpulan bahan keterangan). Kegiatan ini selama tujuh hari,” kata Dedi Irawan menjawab ntbsatu.com.
Pengumpulan data ini sebagai tahap awal tindaklanjut laporan pengaduan. Selanjutnya dirangkai dengan pengumpulan bahan keterangan kepada pihak-pihak terkait.
Sedang dipertimbangkan untuk turun ke lapangan sebagai tahap awal. “Bisa jadi dalam pengumpulan datanya nanti tim turun ke lapangan. Tapi sementara ini belum perlu,” jelasnya. Sebab data data awal sudah dikantongi.
Kendati demikian, jika diperlukan, pengumpulan data dapat berupa mengambil sejumlah dokumen terkait pengelolaan aset. Termasuk juga mengenai dokumen sewa menyewa lahan seluas 75 hektare.
Juga mengenai dokumen perjanjian kerjasama dengan pihak ketiga PT. GTI dengan Pemprov NTB, termasuk hubungannya dengan pemanfaatan lahan oleh para pengusaha setempat.
“Secara mekanisme internal, bisa saja pengumpulan data ini dengan klarifikasi pihak pihak terkait. Tapi itu tidak bisa kita jelaskan secara detail,” tegasnya.
Dalam urusan keperdataan, Kejati NTB sebelumnya dilibatkan dalam penyelesaian permasalah aset dengan sertifikat Hak Pengelolaan Lahan (HPL) antara GTI dengan Pemprov.
Dalam pendampingan non litigasi itu, akhirnya kontrak PT. GTI diputus. Dalam kajian hukum Kejati NTB, kontrak produksi pemanfaatan lahan seluas 65 hekare di Gili Trawangan, Gili Indah, Pemenang, Lombok Utara yang dimulai sejak tahun 1995 ini sudah tidak relevan. Karena aturan yang menjadi dasar hukum perjanjian itu sudah dicabut. (HAK)