Opini

Kondisi Pertanian Indonesia

Oleh : Muhammad Arif – Mahasiswa Agribisnis Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Malang

Indonesia merupakan Negara yang memiliki sumber daya alam melimpah, tanah yang sangat    luas, subur dan juga memiliki budaya pertanian yang dari dulu memang sudah terbukti disegani oleh negara negara luar, salah satunya Thailand dan Malaysia yang kemudian belajar cara bertani di Indonesia. Tetapi faktanya negara negara tersebut mampu berkembang dan maju di wilayah pertanian.

Produktivitas sektor pertanian Thailand yang jauh lebih tinggi mampu mengalahkan pertanian Indonesia. Petani Thailand dapat memanen padinya 1-5 kali dalam setahun dibandingkan dengan petani Padi di Indonesia yang saat ini hanya dapat memanen padi umumnya 1-2 kali dalam setahun.

Bukan hanya itu, negara negara yang dulunya belajar bertani di Indonesia sekarang malah mengekspor hasil pertaniannya. Eksportir bahan pertanian dari negara negara yang maju di wilayah pertanian membanjiri pasar kita Indonesia, artinya bahwa negara pengekspor tersebut kelebihan produk pertanian, sedangkan sebaliknya negara pengimpor merupakan langkah untuk memenuhi kekurangan produksi pertanian salah satunya Indonesia.

Indonesia memang masih sangat kurang dalam mekanisme pertanian, sehingga menyebabkan hal ini terjadi. Sebagai negara agraris Indonesia seharusnya banyak mengekspor dari pada mengimpor, namun kenyataan yang terjadi impor Beras, Jagung, Kedelai, daging, tidak dapat dihindarkan. Padahal dari semua jenis bahan pangan tersebut bisa ditanam di negara kita Indonesia.

Pertanian Indonesia memang masih memiliki berbagai masalah besar dari hulu hingga hilir yang menghambat kemajuannya. Tak tanggung-tanggung, masalah tersebut muncul setiap tahun dan masih menjadi misteri dalam penyelesaiannya. Lantas, apa saja yang menjadi masalah sektor pertanian di Indonesia?.

Aspek Kebijakan Pemerintah

Selama ini, Pemerintah berupaya membuat berbagai kebijakan pertanian, namun program dan kebijakan yang telah tetapkan, sepenuhnya belum berjalan secara terpadu, efisien dan efektif. Hal ini dapat terlihat dari tidak pernah tercapainya target di sektor pertanian yang bisa memperbesar pendapatan petani dan keluar dari tingkat kemiskinan.

Data BPS Agustus 2020, dari 128, 45 Juta jumlah penduduk Indonesia sebanyak 38,23 Juta yang bekerja di sektor pertanian, sementara pada Februari 2021 BPS mencatat lapangan pekerjaan dengan rata rata upah tertinggi posisi pertama diisi oleh sektor pertambangan dengan upah rata rata Rp4,2 Juta/bulan, sementara sektor pertanian berada pada posisi terakhir dengan upah rata rata hanya Rp1,93 Juta/bulan.

Jika mengacu pada data tersebut, artinya kebijakan yang benar benar berpihak kepada petani tidak terlalu masif dijalankan, padahal Indonesia bisa saja menjadi negara maju dengan memperbaiki sektor pertaniannya, terutama penguatan budidaya yang berbasis teknologi, sehingga menghasilkan produk pertanian yang menjanjikan, terakhir sistem pemasaran yang menguntungkan petani.

Krisis Petani Muda

Generasi muda adalah generasi penerus sekaligus kunci keberhasilan sektor pertanian. Jika tidak segera ditangani, ketahanan pangan nasional akan sulit dicapai bangsa ini. 

Data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2018 menunjukan, bahwa jumlah petani dengan umur >25 tahun 273.839, umur 25-34  tahun dengan jumlah 2.947.254, umur 35-44 tahun dengan jumlah 6.689.635, 45-54 tahun 7.813.407, umur 35-44 tahun dengan jumlah 6.689.635, 45-54 tahun 7.813.407, umur 55-64 tahun 6.134.987, terakhir petani dengan umur >65 tahun dengan jumlah 3.822.995.    

Hal ini dapat disimpulkan bahwa usia produktif yang menjadi petani di Indonesia berkurang, mereka lebih tertarik bekerja pada non pertanian dikarenakan kurangnya dukungan pemerintah pada sektor tersebut. Jika sektor pertanian menjadi kurang menarik bagi usia produktif, maka 10 tahun lagi, sektor pertanian Indonesia makin terpuruk.

Rantai Pemasaran Merugikan Petani

Kesenjangan pembagian keuntungan yang didapat antara petani dan distributor tidak seimbang, artinya petani yang paling banyak dirugikan. Hasil yang didapat tidak sebanding dengan risiko yang dialami petani. Kondisi demikian yang menyebabkan pekerjaan sebagai petani tampaknya tidak menjanjikan. Keuntungannya tak seberapa, belum lagi dihitung dengan kerugian mahalnya biaya produksi, cuaca tidak mendukung, ataupun serangan hama.

Untuk itu, diperlukan sarana yang mampu memotong rantai perdagangan yang cukup panjang untuk komoditas pertanian. Harapannya, petani mampu menyediakan produknya secara langsung ke konsumen sehingga keuntungan yang diperoleh petani pun meningkat. Kebijakan dan program pangan dari masing-masing instansi harus dipersatukan menjadi kebijakan dan program nasional yang sistematis, konsisten dan terpadu. Upaya-upaya tersebut dapat dilakukan oleh pemerintah adalah melalui kebijakan dan program.

Perlunya Intervensi Pasar

Pemerintah perlu menetapkan dan menegaskan harga minimum untuk hasil produksi pertanian dalam Negeri sehingga menjamin kestabilan harga jual komoditas pertanian . Pertama, menjamin ketersediaan pasar untuk menampung produksi pertanian dalam negeri yaitu antar daerah di seluruh Indonesia, kedua mempromosikan komoditas Indonesia ke negara negara asing, terakhir memberi bea masuk tinggi untuk impor barang yang sama dari luar negeri sehingga melindungi komoditas yang diproduksi dalam negeri.  

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

IKLAN
Back to top button