Mataram (NTBSatu) – H. Lalu Syafi’i menyampaikan klarifikasi terkait materi Liputan Khusus (Lipsus) NTBSatu berjudul “LIPSUS – DAK Dikbud Digocek di Lapangan Becek”, termuat Senin 17 Februari 2025.
Syafi’i membantah soal jurnalis NTBSatu yang menghubunginya terkait upaya konfirmasi melalui sambungan telepon maupun datang ke kediamannya.
“Saya merasa tidak dikonfirmasi. Kalau pun saya tidak di rumah, pasti terkonfirmasi oleh orang yang ada di rumah saya itu,” kata Syafi’i, Jumat 21 Februari 2025 saat menyampaikan hak jawab kepada redaksi NTBSatu .
Ia membantah soal kontak yang diblokir. “Nomor saya yang saya pakai puluhan tahun lalu, sampai hari ini masih aktif,” tegasnya.
Syafi’i juga menyoal namanya yang disebutkan secara lengkap dalam beberapa alinea awal materi Lipsus. Menurutnya, penyebutan nama lengkap dalam pemberitaan itu tak mempertimbangkan asas praduga tak bersalah. “Yang saya pahami, ketika dalam konteks asa praduga tak bersalah, harusnya utamakan penyebutan pakai inisial,” ujar mantan Kepala Kesbangpoldagri NTB ini.
Tapi di sisi lain, ia mengaku menghormati jika memang dalam mekanisme pemberitaan, dilindungi oleh ketentuan dalam kode etik pers. Hanya saja, ia berharap ke depan penyebutan nama lengkap dalam konteks berita sensitif, mempertimbangkan penyebutan nama karena berkaitan dampak psikologis.
“Harusnya pilah, ini terlalu vulgar, ini kurang nyaman dan terlalu bombastis. Tidak ada filter sedikit pun,” sesalnya.
Poin berikutnya terkait petikan percakapannya dengan Dewi William. Ia meluruskan bahwa pembicaraan itu sifatnya normatif. “Mbak Dewi ingin meminta bantuan ke saya menghubungkan dengan Lalu Sucandra (PPK Dikbud NTB). Itu saja,” tandasnya.
Prinsipnya, percakapannya itu masih dalam konteks silaturahmi. “Yang keluar dari mulut (Ucapan, red) saya itu penjelasan normatif, dalam konteks silaturahami. Saya kira manusiawi, Dewi datang ke rumah. Konteksnya minta tolong hubungkan ke Chandra,” ulasnya.
Posisi Majelis Adat Sasak
Pada kesempatan itu, Syafi’i juga meluruskan soal jumpa pers yang disebut sebut melibatkan Majelis Adat Sasak (MAS), Kamis 20 Februari lalu di Sekretariat MAS Jalan Swaramahardika Mataram.
Kehadiran sejumlah tokoh dalam agenda bantahan materi Lipsus NTBSatu itu, atasnama pribadi pribadi. Sementara yang berkembang di publik, Syafi’i dianggap menyeret MAS untuk agenda personal.
“Kalau mereka hadir masak salah? Mereka memberikan empati kepada temannya, memberikan masukan dalam konteks lain,” ujarnya menjelaskan.
Ia juga mengambil hikmah. Dengan agenda jumpa pers klarifikasi berita Lipsus NTBSatu tersebut, jadi ajang silaturahmi.
“Tidak atasnamakan (MAS, red). Cuma itu kan sekretariat organisasi. Kita memang tidak libatkan MAS. Jauh sekali (Anggapan libatkan MAS),” tandasnya.
Salah satu poin pertanyaan yang belum terjawab dalam materi Lipsus tersebut, terkait perannya. Sebagai pensiunan yang menjabat terakhir sebagai Asisten Administrasi Umum Setda NTB, ia menegaskan tak ada kaitannya. Ia merasa hanya pensiunan yang sedang menikmati fase fase istirahat.
“Tidak mungkin saya ambil peran dalam posisi saya seperti saat ini. Tidak punya jabatan formal. Tidak ada itu,” katanya.
Namun terlepas dari polemik dampak Lipsus tersebut, Syafi’i menegaskan tak akan mempersoalkan lebih jauh. Apalagi sampai membawa ke ranah hukum sebagaimana pernyataan sikap sebelumnya.
“Ini saya anggap sebagai ajang silaturahmi,” pungkas Syafi’i.
Sikap Redaksi:
NTBSatu memberi apresiasi kepada HL Syafi’i yang bersedia dan terbuka memberikan hak jawab atas pemberitaan “LIPSUS – DAK Digocek di Lahan Becek”. Ini sesuai dengan amanat Pasal 5 Ayat 2 Undang Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999. Bahwa Pers berkewajiban melayani hak jawab.
Menjawab keberatan mengenai penyebutan nama lengkap Lalu Syafi’i, Redaksi menegaskan, penyebutan inisial berlaku pada terduga pelaku kejahatan yang sedang menjalani proses hukum di kepolisian maupun Aparat Penegak Hukum (APH) lainnya.
Penyebutan inisial Lalu Syafi’i justeru mengesankan sebagai pelaku utama dalam dugaan aliran fee DAK tersebut. Ketentuan inisial dalam Kode Etik Jurnalistik Pasal 7 ayat 2 berlaku bagi identitas korban kejahatan seksual dan larangan menyebut identitas anak yang jadi pelaku kejahatan.
Pada prinsipnya , NTBSatu berusaha mengedepankan dasar dalam karya jurnalistik sesuai Pasal 1 Kode Etik Jurnalistik, bersikap independen dan tidak bertikad buruk. Begitu juga dalam konteks pemberitaan “LIPSUS – DAK Digocek di Lahan Becek”, redaksi sama sekali tak beritikad buruk terhadap semua narasumber termasuk Lalu Syafi’i. (*)