Lombok Timur

Protes Sengketa Tanah, Warga Segel Kantor Desa Bilok Petung

Lombok Timur (NTBSatu) – Kantor Desa Bilok Petung, Kecamatan Sembalun, Lombok Timur, lumpuh total sejak Kamis, 27 November 2025. Hal ini setelah puluhan warga dari Aliansi Masyarakat Dusun Landean menyegel bangunan tersebut.

Penyegelan itu sebagai bentuk protes terhadap sengketa tanah adat yang belum pemerintah tuntaskan. Aksi ini mengemuka karena warga menilai, pemerintah desa mengabaikan keberatan mengenai penerbitan 17 Sporadik di atas lahan yang mereka klaim sebagai tanah ulayat.

Massa mendesak pemerintah mengembalikan status tanah adat beserta seluruh aset di dalamnya. Serta menuntut Kepala Desa Bilok Petung, Rusdi mencabut seluruh Sporadik yang telah terbit.

Jadi Wardian yang mewakili warga menegaskan, masyarakat menolak segala bentuk penerbitan dokumen di area yang mereka anggap sebagai tanah adat. “Kami menuntut tanah adat dikembalikan seperti semula, beserta seluruh aset di atasnya,” ucapnya, Jumat, 28 November 2025.

Forkopimca Sembalun langsung menggelar pertemuan dengan warga usai penyegelan. Camat Sembalun, Suherman berkomitmen menarik kembali 17 Sporadik tersebut dan memastikan tidak ada aktivitas apa pun di lokasi sengketa hingga ada keputusan resmi pemerintah kabupaten.

Ia menegaskan, pihaknya akan menghimpun dan menyerahkan seluruh Sporadik kepada tim kabupaten pada Senin, 1 Desember 2025. “Kami akan menarik kembali 17 Sporadik tersebut dan segera berkoordinasi dengan pemerintah kabupaten,” ucapnya.

Kapolsek Sembalun, Iptu Lalu Subadri meminta warga menjaga situasi tetap kondusif dan tidak bertindak anarkis. Ia memastikan, pihaknya bersama kecamatan akan mendorong penyelesaian cepat atas sengketa tersebut.

Tanggapan Kepala Desa

Sementara itu, Kepala Desa Bilok Petung, Rusdi menyayangkan penyegelan kantor desa karena menghambat pelayanan publik. “Saya sangat menyayangkan kantor desa disegel. Ini bukan milik pribadi, masyarakat lain yang butuh layanan jadi korban,” katanya.

Ia menegaskan, penerbitan 17 Sporadik sebelum lahan ditetapkan sebagai area sengketa sehingga tidak bisa dicabut sepihak tanpa dasar hukum. “Bukan saya tidak mau membatalkan, tapi tidak ada regulasi yang memberi kewenangan bagi saya untuk langsung mencabut,” tegasnya.

Rusdi juga menyoroti, adanya warga yang mulai menggarap lahan sengketa tanpa sepengetahuan pemerintah desa. Menurutnya, tindakan tersebut memperkeruh situasi dan seharusnya berhenti sampai proses penyelesaian berjalan.

Dalam pertemuan tersebut, warga dan Muspika menyepakati, akan membuka segel jika pemerintah kabupaten turun langsung ke lokasi dan memproses 17 Sporadik sesuai prosedur. Setelah dialog, massa membubarkan diri secara tertib dan bersama aparat meninjau lahan sengketa di Dusun Landean. (*)

Berita Terkait

Back to top button