Kembali Aktif, PT Sumbawa Jutaraya Tingkatkan Program Pemberdayaan Masyarakat
Mataram (NTBSatu) – PT Sumbawa Jutaraya (SJR) kembali aktif melakukan aktivitas pertambangan di Kabupaten Sumbawa. Setelah sebelumnya sempat dicabut izinnya oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
“Mereka sudah mulai produksi kembali sejak pertengahan 2024, setelah menyelesaikan kewajibannya. Sekarang dilakukan sosialisasi konsultasi publik secara menyeluruh terkait program pemberdayaan masyarakat,” jelas Bupati Sumbawa, Syarafuddin Jarot, Selasa, 4 November 2025.
Sebenarnya, lanjut Jarot, PT SJR sudah melaksanakan program pemberdayaan masyarakat sejak tahun lalu. “Sekarang kami menyambut dan melanjutkan. Sebenarnya CSR yang dilakunan PT SJR ini sudah dilakukan sejak dulu,” ujarnya.
Sebagai informasi, PT SJR menggelar konsultasi publik untuk program Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat (PPM). Dalam konsultasi ini, perusahaan tambang yang berlokasi di Kecamatan Ropang, Sumbawa itu berencana mengembangkan agroforestri dengan komoditas utama kemiri.
Pilar Pemberdayaan Masyarakat PT SJR
CSR Depthead PT Sumbawa Jutaraya, Gatot Arie Setvanto mengatakan, PPM ini harus menyesuaikan dengan kondisi Sumbawa. Terdapat delapan pilar yang harus dipenuhi.
Di antaranya untuk pendidikan, kesehatan, ekonomi, infrastruktur. Namun, yang menjadi unggulan untuk PT SJR adalah agroforestri, yaitu pengelolaan lahan hutan yang menggabungkan tanaman kehutanan dan pertanian.
Menurutnya, potensi agroforestri di wilayah Sumbawa dan sekitarnya cukup besar, tidak hanya dari sisi ekonomi tetapi juga ekologi. “Tapi yang lebih penting adalah manfaat ekologinya. Kalau hutannya lestari, banyak sumber penghidupan yang ikut bertahan,” ujarnya.
Ia melanjutkan, sektor agroforestri yang sedang digarap sekarang adalah pengembangan komoditas kemiri. Meski Sumbawa sangat identik dengan sapi dan madu hutan terkenal, namun dengan banyaknya pembabatan hutan berdampak pada penurunan produksi madu hutan lokal.
“Dulu NTB terkenal dengan madu hutannya. Tapi sejak hutan berkurang, lebah pun berkurang. Bahkan untuk memenuhi permintaan internal perusahaan saja tidak cukup,” ungkapnya.
Selain itu, persoalan air kini juga menjadi masalah serius bagi masyarakat dan petani di Sumbawa. Pergeseran pola tanam dan meningkatnya kebutuhan air untuk pertanian bawang menyebabkan penurunan sumber air di permukiman.
“Sekarang banyak petani yang ngebor sampai 60–70 meter. Ini rawan karena bisa memicu konflik antara kebutuhan ekonomi dan kebutuhan komunal,” katanya.
Minta Bangun Ekonomi Kerakyatan
Penjabat Sekretaris Daerah (Sekda) NTB, Lalu Mohammad Faozal mengaku sangat mendukung program pemberdayaan masyarakat PT SJR. Khususnya di sektor agroforestri komoditas kemiri.
Menurutnya, dengan adanya PPM ini, tidak hanya berpengaruh terhadap daerah, tetapi juga masyarakat yang ada di sekitar lokasi tambang.
“Saya men-support apa bisnis dia ini supaya tidak ada masalah. Makanya Kadis ESDM kita minta untuk betul-betul menata tambang di sana,” katanya.
Menurutnya, kehadiran PT SJR sebagai perusahaan tambang yang sudah berproduksi sejak tahun 2016 memiliki peran penting dalam membangun ekonomi kerakyatan melalui sektor agroforestri.
“Pemerintah tidak bisa bekerja sendiri untuk mengembangkan berbagai program kemasyarakatan. Melalui CSR PT Sumbawa Juta Raya, kita ingin ada sinergi antara dunia usaha dan pemerintah dalam memperkuat ekonomi masyarakat, termasuk melalui pengembangan kemiri,” jelasnya.
Selain fokus pada sektor ekonomi, PT SJR lanjut Faozal juga berkomitmen menyalurkan program CSR di bidang pendidikan, sosial, dan infrastruktur. Khusus untuk pengembangan kemiri di Ropang, perusahaan tersebut bersama pemerintah daerah menyiapkan skema penguatan mulai dari produksi hingga pemasaran agar memberikan nilai tambah bagi petani lokal. (*)



