Lombok Timur

Dilema Petani Kakao Lotim, Potensi Agrowisata Menjanjikan tapi Harga Anjlok

Lombok Timur (NTBSatu) – Petani kakao di Desa Bebidas, Kecamatan Wanasaba, Lombok Timur (Lotim), menghadapi tantangan berat akibat anjloknya harga biji kakao kering.

Harga komoditas andalan mereka merosot tajam dari Rp100.000, menjadi hanya Rp40.000-Rp50.000 per kilogram.

Di tengah kesulitan tersebut, para petani menemukan secercah harapan melalui potensi agrowisata yang menarik minat wisatawan mancanegara.

Ketua kelompok tani setempat, Sanusi Ardi Wiranata mengungkapkan, keterbatasan Sumber Daya Manusia (SDM) dan minimnya peralatan pengolahan menjadi kendala utama.

Hal ini membuat petani belum mampu meningkatkan nilai jual hasil panen mereka. Saat ini, para petani hanya menjual biji kering secara konvensional kepada para pengepul dari lahan seluas lebih dari 50 hektar.

“Kami keterbatasan sumber daya manusia, selain itu saat ini kendalanya yang kami hadapi adalah kurang dalam peralatan. Terutama untuk pengolahannya,” ujar Sanusi, Senin, 20 Oktober 2025.

Sanusi menjelaskan, perubahan iklim dan gejolak pasar global menjadi penyebab utama anjloknya harga kakao.

Menurutnya, musim yang tidak menentu sangat memengaruhi kualitas biji kakao yang dipanen setiap minggu. Tanaman kakao di wilayahnya tidak mengenal musim, sehingga panen berlangsung secara intensif.

“Menurut pemberitaan, ternyata perubahan iklim juga berdampak terhadap kualitas biji kakao. Selain itu, pasar global juga berpengaruh terhadap anjloknya harga kakao di tingkat petani,” jelasnya.

Kembangkan Agrowisata Kakao

Di tengah tantangan harga, kelompok tani ini berhasil menciptakan peluang pasar baru yang unik, yakni agrowisata kakao.

Mereka memanfaatkan kebun seluas dua hektar sebagai destinasi wisata edukasi bagi turis asing. Dengan promosi mandiri melalui Google Map, kebun ini mampu menerima kunjungan dua hingga tiga kali dalam sepekan.

“Pengembangan untuk potensi kakao ini sebenarnya bukan hanya soal penjualan bijinya, tetapi bisa untuk agrowisata,” kata Sanusi.

Para wisatawan, yang sebagian besar sedang berlibur di Bali, rela datang ke Lombok Timur untuk merasakan pengalaman langsung.

Mereka belajar cara memilih biji kakao yang matang hingga proses pengolahan sederhana menjadi minuman cokelat hangat.

Antusiasme turis sangat tinggi karena mereka dapat melihat langsung buah kakao yang berwarna-warni, sesuatu yang mungkin belum pernah mereka lihat di negara asalnya.

“Mereka keliatan sangat antusias melihat buah kakao yang warna-warni, karena di negara mereka mungkin tidak ada buah kakao,” terang Sanusi.

Untuk mengembangkan potensi ini lebih lanjut, Sanusi sangat berharap pemerintah daerah memberikan intervensi.

Para petani membutuhkan program pelatihan yang lebih terfokus pada pengolahan biji kakao dan dukungan peralatan, untuk meningkatkan nilai tambah produk.

“Kami tentu berharap perhatian khusus dari pemerintah daerah untuk kami para petani kakao di Desa Bebidas ini,” ucapnya.

Saat ini, dukungan dari Dinas Pertanian Kabupaten Lombok Timur baru sebatas penyediaan bibit dan obat-obatan. Petani menginginkan pelatihan yang lebih intensif agar kakao Lombok Timur tidak hanya dijual dalam bentuk biji mentah, tetapi juga dapat diolah menjadi produk bernilai jual tinggi yang mendukung pariwisata berkelanjutan. (*)

Berita Terkait

Back to top button