HEADLINE NEWSHukrim

Kejati NTB Dalami Pergeseran Dana BTT Ratusan Miliar Era Iqbal–Dinda

Mataram (NTBSatu) – Polemik pergeseran dana Belanja Tidak Terduga (BTT) Pemprov NTB sampai ke telinga Kejati NTB.

Aspidsus Kejati NTB, Muh Zulkifli Said mengatakan, pihaknya mulai mendalami pergeseran BTT di era kepimpinan Lalu Muhamad Iqbal dan Indah Dhamayanti Putri tersebut.

“Kita masih proses telaah,” katanya kepada NTBSatu pada Rabu, 15 Oktober 2025.

Kendati demikian, Zulkifli memilih tak menjelaskan secara rinci langkah yang akan ditempuh. Seperti kapan akan melakukan pengumpulan data (puldata) dan pengumpulan bahan keterangan (pulbaket).

Pidsus Kejati NTB, sambung Zulkifli, saat ini masih fokus menyelesaikan penyidikan kasus dugaan korupsi dana “siluman” DPRD NTB.

“Setelah proses ini, baru kita telaah lebih jauh,” ujarnya.

Dugaannya, Pemprov NTB melanggar Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Tepatnya pada Pasal 55 Ayat (1) huruf c dan Ayat (4). Isinya, penggunaan anggaran BTT tidak boleh untuk tempat lain kecuali bencana.

Sesuai Pasal 55 Ayat (4) PP Nomor 12 Tahun 2019, BTT hanya bisa untuk sesuatu yang mendesak dan darurat yang tidak bisa diprediksi sebelumnya.

Diketahui, anggaran BTT sudah jelas peruntukkannya. Sesuai Peraturan Gubernur (Pergub) NTB Nomor 24 Tahun 2024 pada Pasal 13 Ayat (1), (2), (3), dan (4). Dalam aturan itu menyebut, penggunaan BTT hanya untuk bencana.

Namun faktanya, Pemprov NTB melakukan pergeseran yang tidak sesuai peruntukannya. Apalagi pemerintah melakukan pergeseran secara tergesa-gesa.

Pergeseran BTT Pemprov NTB

Lalu Muhamad Iqbal melakukan pergeseran anggaran BTT sebanyak dua kali. Ia mengeksekusi anggaran kurang lebih sebesar Rp484 miliar, dari total BTT Rp507 miliar. Anggaran itu teralokasikan di Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) murni tahun 2025.

Tidak sedikit yang beranggapan Pemprov NTB jelas menyalahgunakan kewenangan. Kemudian, melanggar empat aturan perundangan-undangan.

Pertama, PP Nomor 12 Tahun 2019 Pasal 55 Ayat (1), (2), (3), dan (4). Kemudian, Inpres Nomor 1 Tahun 2025 tentang efisiensi anggaran. Hal itu karena BTT itu tidak terdapat dalam Inpres tersebut. Namun pada pergeseran beberapa waktu, Pemprov berdalih pergeseran itu dalam rangka efisiensi anggaran.

Dugaan lain, Pemprov NTB melanggar mekanisme pengelolaan keuangan. Hal itu tertuang dalam Peraturan Menteri Nomor 77 Tahun 2020. Keempat, melanggar Pergub Nomor 24 Tahun 2024 Pasal 13 Ayat (1), (2), (3), dan (4).

Penjelasan Pemprov NTB

Pemprov NTB melalui Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) NTB, Nursalim sebelumnya menyampaikan, BTT bukanlah sebuah program.

Melainkan bagian dari jenis belanja dalam struktur APBD. Sehingga, dalam APBD Perubahan ini, apapun sumber dananya bisa tersebar ke semua program prioritas daerah.

“BTT itu bukan hantu yang tidak bisa digeser dalam perubahan APBD ini,” tegasnya.

BTT, lanjut Nursalim, merupakan bagian jenis belanja. Sama halnya dengan belanja pegawai, belanja modal, dan belanja bagi hasil. Sehingga, sangat mungkin dilakukan pergeseran.

“Ketika ada belanja yang masih stand by cukup banyak kemudian melihat sisa waktu tinggal 2-3 bulan, maka kita dapat melakuan restrukturisasi ulang belanja untuk mencapai target kinerja Pemda,” bebernya.

Mantan Kepala Biro Organisasi Setda NTB ini menegaskan, penyusunan APBD Perubahan tahun 2025 sudah memedomani semua regulasi. Mulai dari Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.

Kemudian, UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan. Berikutnya, UU 23 Tahun 2014 tentang Pemda. Selanjutnya, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 12 Tahun 2019, Permendagri Nomor 77 Tahun 2020, Permendagri Nomor 90 Tahun 2019, dan Permendagri Nomor 15 Tahun 2014 tentang Pedoman Penyusunan APBD 2025

“Semua regulasi ini kita pedomani dan semua komponen belanja telah dibahas bersama dengan DPRD. Serta, telah mendapat persetujuan secara kelembagaan oleh DPRD,” katanya.

Menyinggung perihal rincian penggunaan BTT tersebut, Nursalim tidak membeberkannya secara spesifik. Mengingat, yang melakukan penganggaran Rencana Kerja Pemerintahan Daerah (RKPD) adalah Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda).

Hanya saja ia memastikan, anggaran tersebut dialokasikan pada semua OPD untuk membiayai target RPJMD. “Untuk lebih jelas bisa tanya Bappeda, karena mereka melakukan budgeting (penganggaran, red) RKPD di Bappeda,” tutupnya. (*)

Berita Terkait

Back to top button