Tergenang Hujan, Petani Tembakau Lombok Timur Dihantui Rugi Besar

Lombok Timur (NTBSatu) – Petani tembakau di Lombok Timur menghadapi ancaman kerugian besar pada musim tanam 2025. Hujan deras yang mengguyur selama dua hari berturut-turut membuat tanaman tembakau tergenang air, layu, hingga mati.
Kondisi tersebut diperparah oleh anjloknya harga jual dan rendahnya kualitas hasil panen tahun ini. Hamparan tembakau di Desa Suralaga tampak menguning karena penyakit dan kelembaban tinggi, akibat curah hujan.
Puluhan hektare lahan tembakau petani di Lombok Timur kini dalam kondisi memprihatinkan. Sebagian besar tanaman kering, rusak, bahkan tidak bisa diselamatkan.
Petani setempat, Rusman mengaku, dari total 50 are lahan yang ia garap, lebih dari setengahnya sudah mati. Ia menegaskan, hujan deras yang sering berlangsung lama beberapa waktu lalu menjadi penyebab utama kerusakan tersebut.
“Ini aja kalau hujan lagi kemungkinan akan rusak semua,” ujarnya, Rabu, 17 September 2025.
Meski ia sempat melakukan perawatan setelah hujan reda, tanaman tembakau tetap tidak menunjukkan tanda-tanda pulih. Rusman hanya bisa pasrah karena kerusakan sudah terlalu parah.
Dalam 50 are, Rusman membutuhkan modal lebih dari Rp30 juta hingga siap panen di sawah. Itu belum termasuk biaya pascapanen seperti ongkos panen.
“Tahun ini kemungkinan besar,” jelasnya.
Harga Tembakau Anjlok
Selain serangan penyakit akibat hujan, kualitas tembakau tahun ini juga rendah. Mayoritas hasil panen berubah cokelat, sementara perusahaan enggan membeli tembakau dengan kualitas tersebut. Harga pun anjlok tajam.
Tembakau kualitas cokelat hanya laku Rp1 juta per kuintal, padahal tahun lalu bisa mencapai Rp3–4 juta per kuintal.
Untuk kualitas terbaik, harga tertinggi tahun ini hanya Rp5 juta per kuintal. Jauh lebih rendah dibandingkan Rp7–7,5 juta per kuintal di tahun-tahun sebelumnya.
Kondisi serupa juga terjadi di desa sekitarnya. Tanaman tembakau banyak yang busuk akar hingga mati mendadak akibat cuaca ekstrem.
Para petani pun semakin cemas karena hasil panen yang ada tidak mampu menutupi biaya produksi. Petani berharap pemerintah segera turun tangan. Jika tidak bisa memberikan asuransi, setidaknya pemerintah dapat mendorong perusahaan agar tetap menyerap tembakau dengan kualitas cokelat. (*)