Pariwisata

Tragedi Pendaki Brasil, Pengamat Dorong Evaluasi Sistem Pendakian dan Peran Pemandu Gunung Rinjani

Mataram (NTBSatu) – Insiden jatuhnya pendaki wanita asal Brasil berinisial JDSP (27) di jalur pendakian Gunung Rinjani, mengguncang perhatian publik.

Kejadian ini tidak hanya menjadi duka bagi dunia pendakian, namun juga dianggap mencoreng citra pariwisata NTB yang tengah berupaya bangkit pasca pandemi.

Banyak pihak menyoroti lemahnya sistem keamanan dan pendampingan pendakian di Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR).

Keluhan mulai dari absennya pemandu, minimnya pagar pengaman di jalur berbahaya, hingga tidak aktifnya Pos Siaga Pelawangan pada saat kejadian mencuat ke permukaan.

IKLAN

“Tragedi ini menjadi cermin bahwa kita masih harus serius dalam hal keselamatan pendakian. SOP sudah ada, tapi implementasi di lapangan perlu diperkuat,” ujar Pengamat Pariwisata, Dr. Jujuk Ferdianto, M.Pd., kepada NTBSatu, Rabu, 25 Juni 205.

Menurut Jujuk, pemahaman dan kompetensi para pemandu sangat penting agar insiden serupa tidak kembali terjadi.

“Seorang guide harus dibekali kemampuan dasar evakuasi, teknik pengangkatan korban, dan memahami medan ekstrem,” tegasnya.

IKLAN

Akademisi Politeknik Pariwisata Lombok ini juga menyarankan, agar membangun pagar pengaman di titik-titik rawan. Terutama, di kawasan pinggir kawah yang sering dilalui saat malam hari.

“Fenomena human error harus diantisipasi, terutama ketika pendakian dilakukan dini hari demi mengejar momen sunrise di puncak. Risiko kelelahan oleh pendaki menjadi antisipasi khususnya para pemandu,” tambah Jujuk.

Belajar dari kasus kejadian tersebut, perlu skill khusus untuk guide tentang pengetahuan prinsip dasar dalam pengangkatan dan pemindahan korban, penentuan serta perpindahan gawat darurat (emergency move), serta memastikan perpindahan non gawat darurat (non emergency move).

IKLAN

“Artinya kondisi korban yang harus dipindahkan dari posisi ditemukannya untuk mencegah terjadinya cedera yang lebih berat. Memindahkan posisi korban bencana memiliki teknik khusus yang harus diketahui dan seringkali membutuhkan pengetahuan medis dasar dalam melakukannya,” pungkasnya.

BTNGR Klaim Fasilitas Sudah Memadai

Kepala Balai Taman Nasional Gunung Rinjani (BTNGR), Yarman menerangkan, fasilitas keselamatan di Rinjani telah memadai.

“Saya pikir fasilitas keamanan kita sudah cukup lengkap. Papan peringatan dan railing sudah dipasang di titik-titik rawan. Bahkan lokasi jatuhnya korban kemarin sebenarnya termasuk area yang relatif aman,” jelas Yarman kepada media, Selasa, 24 Juni 2025.

Sebagai tindak lanjut insiden, BTNGR menutup sementara jalur pendakian dari Pelawangan 4 Sembalun menuju puncak Rinjani untuk mempermudah proses evakuasi pendaki asal Brasil tersebut.

“Penutupan ini demi keselamatan bersama. Pendaki masih bisa sampai Pelawangan 4, tapi tidak ke puncak sampai proses evakuasi selesai,” tegas Yarman.

Ia pun mengimbau para pendaki agar selalu mematuhi aturan dan mengutamakan keselamatan selama berada di kawasan Rinjani. BTNGR juga membuka kemungkinan evaluasi terhadap kuota pendakian.

“Kalau ada yang merasa kuota terlalu banyak atau terlalu sedikit, kami siap lakukan pengkajian ulang. Yang jelas, keselamatan adalah prioritas utama,” tutupnya. (*)

Berita Terkait

Back to top button