HEADLINE NEWSPendidikan

Oknum Dosen UIN Mataram Diduga Cabuli Mahasiswi Dinonaktifkan, Rektor Beri Sanksi Tegas

Mataram (NTBSatu) – Universitas Islam Negeri (UIN) Mataram akhirnya menyatakan sikap tegas, terkait dugaan kasus pencabulan yang melibatkan oknum dosen berinisial W.

Rektor UIN Mataram, Prof Masnun Tahir menegaskan, akan memberikan sanksi tegas terhadap oknum dosen tersebut. Serta, seluruh pihak yang terlibat dalam peristiwa yang mencoreng nama baik institusi tersebut.

“Kami akan mengevaluasi seluruh pengurus Ma’had dan memberikan sanksi tegas kepada pelaku,” ujar Prof Masnun, Rabu, 21 Mei 2025.

Sebagai langkah awal, kampus telah mengeluarkan surat penangguhan terhadap dosen bersangkutan. UIN Mataram juga resmi melarang oknum tersebut untuk mengikuti seluruh aktivitas kampus.

Ia menegaskan, pihaknya tidak akan menoleransi pelanggaran norma dan kode etik. Terutama dalam kasus kekerasan seksual.

IKLAN

Selain itu, pihak kampus telah menginstruksikan tim investigasi internal kampus untuk mengumpulkan bukti-bukti secara objektif.

Tim ini akan membantu pimpinan kampus mengambil keputusan berdasarkan ketentuan Dirjen Kementerian Agama, serta kode etik internal UIN Mataram.

“Kami sudah meminta UIN Care yang memang fokus menangani kekerasan seksual, untuk menginvestigasi kasus ini dengan objektif,” ungkapnya.

IKLAN

Jumlah Korban dan Modus

Sebelumnya, Perwakilan Aliansi Stop Kekerasan Seksual NTB, Joko Jumadi telah melaporkan kasus ini ke Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda NTB pada Selasa, 20 Mei 2025.

Saat ini, tiga korban telah melapor dan dua lainnya akan menyusul, sehingga total korban teridentifikasi mencapai tujuh orang. Korban terdiri dari mahasiswa aktif dan alumni, termasuk penerima beasiswa Bidikmisi.

“Perbuatan pelaku berlangsung sejak tahun 2021 hingga 2024,” terang Joko.

Joko juga menjelaskan bahwa pelaku menjalankan aksinya di asrama putri, tempat ia menjabat sebagai pimpinan.

Dengan modus manipulasi psikologis, pelaku meminta korban menganggapnya sebagai figur ayah, lalu melakukan tindakan cabul yang menimbulkan trauma mendalam.

“Salah satu modus pelaku ialah memaksa korban tidur di ruangan tertentu dan melakukan aksi bejatnya di depan korban lain,” tambah Joko.

Joko menyebut adanya relasi kuasa antara pelaku dan korban. Pelaku menciptakan ketakutan psikologis yang mengarah pada ancaman pencabutan beasiswa, meski tanpa intimidasi langsung.

Korban akhirnya berani melapor setelah mendapatkan dukungan dari Aliansi Stop Kekerasan Seksual NTB dan terinspirasi dari sinetron Walid.

Joko juga memastikan, proses rehabilitasi psikologis korban akan dikoordinasikan bersama Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). (*)

Muhammad Khairurrizki

Jurnalis Hukum Kriminal

Berita Terkait

Back to top button