Event

Diskursus Vol VI Overact Theatre, Menguak Sejarah Teater Kamar Indonesia

Mataram (NTBSatu) – Overact Theatre menggelar diskursus “Teater Kamar Indonesia: Dulu dan Kini” di Segara Space, Kota Mataram, Minggu, 22 Desember 2024. Acara ini dihadiri oleh praktisi teater dan sejumlah seniman.

Sutradara Teater Kamar Indonesia, Saepulloh Sapturi mengatakan, pihaknya mengapresiasi Diskursus milik Overact Theatre. Sebab, gerakan kesenian tak melulu sesuatu yang besar, melainkan bisa mulai dengan yang kecil.

Saepulloh kemudian menceritakan soal awal mula ia mengenal teater. Dalam keterangannya, Saepulloh memulai proses teater di Bandung, kemudian berlanjut ke Jakarta, serta berakhir di Lombok.

Saepulloh merupakan tipe orang yang singgah dari satu sanggar ke sanggar lain. Setelah menjalani proses yang cukup panjang dan memutuskan untuk menetap di Lombok (1993), hingga ia kemudian mendirikan Teater Kamar Indonesia.

“Saat itu, ekosistem teater di Lombok sedang menarik sekali. Banyak sekali kelompok-kelompok teater yang berdiri. Dinamika teater saat itu begitu asyik,” ungkap Saepulloh, Minggu, 22 Desember 2024 sore.

Sejarah Teater Kamar Indonesia

Pada awalnya, Teater Kamar Indonesia bernama Teater Kami. Namun, karena nama ‘Kami’ sudah terpakai oleh kelompok lain, akhirnya berubah menjadi Teater Kamar Indonesia.

Teater Kamar Indonesia lahir 1 Desember 1993 silam. Aktor dan aktris Teater Kamar Indonesia secara rata-rata berasal dari festival-festival teater pelajar. Sejumlah nama pun lahir dari Teater Kamar, seperti Imtihan Taufan, Naniek I. Taufan, Imam Safwan, Murahim, dan lain-lain.

“Kami banyak mencontoh gaya dan pendekatan Teater Koma Indonesia, terutama pada aspek keproduksian. Dalam artian, kami tetap mengupayakan praktisi teater mendapatkan honor, meskipun mungkin tak cukup banyak. Namun, kami berupaya agar tetap memberi honor,” jelas Saepulloh.

Teater Kamar Indonesia telah memproduksi sejumlah pertunjukan teater, yaitu Bos karya Putu Wijaya, Caligula karya Albert Camus, Nyanyian Angsa karya Anton Chekov, Kereta Kencana karya Eugene Ionesco, Sandiwara Merah Jambu karya Imtihan Taufan dan sejumlah pertunjukan lainnya.

Terakhir, Saepulloh menyatakan, keberhasilan Teater Kamar Indonesia, tak terlepas dari kiprah Imtihan Taufan pada aspek artistik. Kemudian, Naniek I. Taufan pada aspek keproduksian. Serta, sejumlah pihak lainnya.

“Untuk produksi pertunjukan ke depan, Teater Kamar Indonesia masih menunggu wangsit. Namun, acara Diskursus, cukup membuat saya tergugah untuk menyutradari pertunjukan kembali,” tandas Saepulloh.

Sementara Direktur Overact Theatre, Bagus Prasetyo mengatakan, Diskursus bertujuan untuk mengungkapkan sejarah teater di Lombok melalui pikiran-pikiran kelompok teater yang ada. Serta, membahas perkembangan teater di Lombok dari suatu masa ke masa yang lain.

“Tak banyak yang membicarakan pikiran-pikiran mengenai teater dari para praktisinya. Terutama dari para praktisi teater yang aktif sejak dahulu. Oleh karena itu, kami harus melestarikan dan memanfaatkan cerita-cerita dari praktisi untuk membangun masa depan teater yang lebih baik,” kata Bagus Prasetyo.

Selain menampilkan diskusi, acara ini menampilkan pertunjukan dramatic reading dari Dude David M. Simanjuntak David membacakan cerpen Monolog Intereuer yang ditulis oleh Imtihan Taufan, praktisi teater asal Teater Kamar Indonesia. (*)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button