Mataram (NTBSatu) – Oknum guru Sekolah Dasar (SD) di Kecamatan Lingsar, Kabupaten Lombok Barat, diduga menyetubuhi muridnya sendiri hingga hamil 6 bulan. Modusnya, terduga pelaku mengancam korban menurunkan nilainya jika menolak berpacaran dengannya.
Kejadian persetubuhan oknum guru cabul tersebut pada Desember 2023 lalu. Pelaku mengajak muridnya yang kini berusia 13 tahun itu ke rumah nenek korban di wilayah Pringgarata, Lombok Tengah.
Saat nenek korban berbelanja, korban tertidur. Saat itu pula pelaku melancarkan aksi bejatnya. Ia menyetubuhi muridnya ketika suasana rumah sepi.
Kejadian persetubuhan itu terus berulang. Setidaknya tiga kali oknum guru tersebut melakukan tindakan serupa di lokasi yang sama.
Tak hanya itu, berdasarkan pengakuan korban, ia juga kerap mendapat pesan mesum dari gurunya sendiri.
Terbongkarnya tindakan bejat oknum guru SD itu pada Juli 2024 lalu. Karena pihak keluarga membawa korban ke klinik untuk memeriksa kesehatannya. Mereka curiga dengan perubahan tubuh anak usia 13 tahun tersebut.
Benar saja, setelah menjalani pemeriksaan, korban rupanya dalam kondisi hamil enam bulan. Dari sanalah ia mengaku berpacaran dengan gurunya sejak kelas 6 SD. Alasannya, menuruti keinginan pelaku, karena yang bersangkutan mengancam korban akan menurunkan nilainya.
Kasus ini pun mendapat atensi dan pendampingan UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Lombok Barat.
Meski begitu, ada dugaan jika kasus ini ingin diselesaikan secara damai oleh segelintir orang. Salah satunya dari oknum pemerintahan.
“Sekarang ada upaya untuk meminta keluarga korban berdamai dan beberapa oknum pemerintahan ikut terlibat,” kata Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Kota Mataram, Joko Jumadi kepada NTBSatu, Kamis, 29 Agustus 2024.
Meski tak menyebut secara spesifik siapa oknum pemerintah, namun Joko menekankan bahwa upaya pemberhentian perkara kekerasan seksual tidak bisa dibenarkan.
Justru, pihak yang ‘sok-sokan’ menjadi pahlawan ingin menyelesaikan kasus bisa menjadi terlapor. Karena dalam UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual atau TPKS, mengatur orang atau pihak yang menghalangi proses penyidikan maupun pengadilan.
“Jadi, bisa kita laporkan. Karena UU TPKS mengatur itu,” tegasnya.
Desak Dikbud bergerak
Menurut Joko Jumadi, dugaan persetubuhan yang terjadi di Lingsar, Lombok Barat ini memiliki unsur relasi kuasa. Di mana, ada hubungan antara murid dan guru. Kasus seharusnya mendapat atensi seluruh pihak, khususnya Pemkab Lombok Barat.
Karenanya, Joko mendesak Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Lombok Barat aktif bergerak terlibat dalam kasus oknum guru cabul ini. Salah satu yang bisa mereka lakukan adalah menarik pelaku dari sekolah.
“Sampai pihak dinas keluarkan sanksi,” saran Ketua Satgas PPKS Unram ini.
Apalagi korban, sambung Joko, merupakan anak di bawah umur. “Dengan menghamili anak SD, dinas seharusnya berani mengambil tindakan tegas menghentikan yang bersangkutan sebagai guru,” tegasnya.
Joko menyebut, kasus ini sudah mereka laporkan ke Polda NTB beberapa waktu lalu. Sementara Kabid Humas Polda NTB, Kombes Pol Rio Indra Lesmana mengaku belum mengetahuinya.
“Saya cek dulu. Tapi kalau ada, kita proses,” jelasnya.
Rio mengimbau masyarakat tidak takut melaporkan kejadian pelecehan atau kekerasan seksual ke pihak kepolisian. Ia menjamin, laporan akan pihaknya proses sebagaimana mestinya.
Kemudian, jika keluarga atau korban mengalami intimidasi dari oknum tertentu, Rio meminta masyarakat segera melaporkan. “Yang namanya pelecehan atau kekerasan seksual tidak bisa kita biarkan. Laporkan saja kalau ada yang mengancam,” tandasnya. (*)