Lombok Timur (NTBSatu) – Kasus kekerasan terhadap perempuan di Kabupaten Lombok Timur masih menjadi PR serius Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lombok Timur.
Penjabat (Pj) Bupati Lombok Timur, M Juaini Taofik, pun mengakui kasus tersebut masih menjadi atensi pihaknya.
Ia menegaskan, tingginya pernikahan usia dini masih menjadi salah satu penyebab kekerasan terhadap perempuan di Lombok Timur.
Meskipun setiap desa di Lombok Timur telah memiliki Peraturan Desa (Perdes) mengenai usia perkawinan, ucap Taofik, namun implementasinya masih belum maksimal.
“Tidak bisa hanya oleh Pemda saja, butuhkan kolaborasi dengan berbagai pihak,” kata Taofik, Senin, 5 Juli 2024.
Guna mengentaskan masalah tersebut, ia mendorong kerja sama antara pemerintah daerah dan masyarakat luas.
“Semakin banyak Organisasi Perangkat daerah (OPD) yang terlibat bersama lembaga non-pemerintah, kita harap kasus kekerasan terhadap perempuan dapat berkurang,” ucap Taofik.
Sementara Direktur LPSDM, Ririn Hayudiani, mengatakan pihaknya tengah menjalankan Program Perempuan Indonesia Hidup tanpa Kekerasan (PIHAK) bekerja sama dengan United Nations Population Fund (UNFPA).
Pihaknya menyelenggarakan program itu di dua desa pilot project. Yaitu Desa Montong Betok di Kecamatan Montong Gading, dan Desa Lenek Duren di Kecamatan Lenek.
Ririn membeberkan, laporan jumlah kasus kekerasan perempuan dan anak di Lombok Timur masih cukup tinggi, terutama terkait pernikahan anak.
Misalnya pada 2021, kekerasan terhadap perempuan dan anak di Lombok Timur mencapai 432 kasus. Lalu pada awal 2023 mencapai 82 kasus.
“Kami butuh dukungan dari semua pihak, termasuk Pemkab Lotim, untuk memastikan keberhasilan program ini,” ujar Ririn.
Ia menjelaskan, program PIHAK bertujuan meningkatkan pencegahan Kekerasan Berbasis Gender (KBG) dan memfasilitasi diskusi multi-stakeholder di setiap kabupaten.
Adanya pos pengaduan kekerasan perempuan dan sekolah perempuan di desa-desa tersebut, ia mengharapkan kasus kekerasan bisa menurun dan program ini dapat diperluas ke desa-desa lain di masa depan.
Sebelumnya, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Lombok Timur, Ahmat, menegaskan pihaknya telah membuat berbagai regulasi dan strategi mencegah dan menurunkan angka kekerasan perempuan. Termasuk menggandeng beberapa NGO, ormas, serta berbagai pemerhati perempuan lainnya.
Namun pada kenyataannya kasus serupa masih tetap terjadi. Menurutnya, kemungkinan kasus kekerasan masih muncul karena belum maksimalnya penerapan berbagai peraturan dan regulasi terkait perlindungan terhadap perempuan. (*)