Kejari Lotim Periksa BPKAD dan 39 Saksi Kasus Chromebook, Belum Juga Tetapkan Tersangka

Lombok Timur (NTBSatu) – Kejaksaan Negeri (Kejari) Lombok Timur terus mendalami dugaan korupsi pengadaan Chromebook tahun 2022.
Hingga kini, penyidik sudah memeriksa Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) serta 39 saksi lain. Tetapi hingga kini belum ada penetapan tersangka.
Kajari Lombok Timur, Hendro Wasisto, menegaskan penyidikan masih berjalan dan menjadi prioritas pihaknya.
Ia menyampaikan bahwa pengungkapan kasus korupsi berkerah putih memerlukan kehati-hatian sekaligus kepatuhan penuh pada prosedur hukum.
“Hampir seluruh di Dinas Pendidikan maupun pejabat membuat komitmen, pelaksana dan penerima hasil pekerjaan, juru bayarnya, sampai BPKAD bahkan sudah kami periksa,” jelasnya, Kamis, 11 September 2025.
Hendro menjelaskan, keterlambatan audit terjadi karena antrian panjang di BPKP NTB yang mendapat mandat dari pusat. Untuk mempercepat proses, Kejari memilih menggunakan auditor publik sebagai alternatif.
Ia juga meminta dukungan masyarakat dan media agar proses hukum bisa terus terpantau transparan.
Kasus ini berawal dari pengadaan laptop Chromebook melalui Dana Alokasi Khusus (DAK) senilai Rp32,4 miliar yang dikelola Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Lombok Timur.
Proyek tersebut ditujukan memperkuat pembelajaran berbasis teknologi informasi di tingkat sekolah dasar.
Namun, dugaan pelaksanaannya menyimpang dari aturan Permendikbudristek Nomor 3 Tahun 2022 tentang Petunjuk Operasional DAK Fisik.
Indikasi penyimpangan itu muncul setelah penyidik menemukan kejanggalan dalam distribusi serta kondisi barang di sejumlah sekolah.
Sejauh ini, Kejari Lotim telah memanggil kepala dinas, sekretaris, pejabat bidang pendidikan dasar, bendahara, hingga pihak pelaksana pengadaan.
Pemeriksaan juga menyasar penerima barang dan pejabat BPKAD yang ikut menandatangani proses pembayaran.
Kejaksaan menegaskan penyidikan tetap berlanjut hingga ditemukan bukti kuat untuk menetapkan tersangka.
“Kami ingin memberikan kepastian hukum yang adil, sehingga setiap langkah harus sesuai aturan,” tutup Hendro. (*)