Pendidikan

Psikolog: Psikis Siswa yang Belum Dapat Sekolah Bisa Terganggu

Mataram (NTBSatu)Ribuan siswa lulusan SMP sederajat di NTB hingga kini belum dapat sekolah, di tengah teman-teman se-usianya sudah mulai belajar.

Mereka masih menunggu kepastian untuk didistribusikan ke sekolah yang minim siswa atau tetap memperoleh tujuan semula dengan tambahan ruang kelas. Pihak sekolah juga belum mengetahui, kapan pendistribusian akan mulai berlangsung.

Berdasarkan keterangan Kepala Dinas Dikbud Provinsi NTB, Aidy Furqan, beberapa waktu lalu, kebijakan pendistribusian masih menunggu keputusan Pj. Gubernur NTB, Hassanudin. Sebab, ada kemungkinan untuk menambah ruang kelas di beberapa sekolah dan itu harus mendapat persetujuan dari Kemendikbudristek.

Kondisi ini tentu membuat para calon siswa jenjang SMA dan SMK merasa tidak nyaman. Terlebih, mereka dihadapkan dengan situasi teman-temannya yang telah bersekolah.

Psikolog, Pujiarohman, M.Psi., mengungkapkan, situasi dan kondisi seperti ini bisa menyebabkan anak mengalami kondisi stres. Terutama, kepada calon siswa yang memiliki motivasi tinggi untuk bersekolah.

Psikolog Unram
Psikolog, Pujiarohman. Foto: Dok pribadi

“Jika dibiarkan dan tidak mendapatkan sekolah hingga waktu tertentu, ini bisa menyebabkan adanya masalah fisik dan mental. Kemungkinan, bisa dengan berbagai macam keluhan fisik maupun kondisi kondisi mental, seperti hilangnya konsentrasi, mudah emosi, tidak fokus,” ungkapnya kepada NTBSatu, Jumat, 19 Juli 2024.

Calon siswa yang kemungkinan memiliki keinginan bersekolah yang rendah juga berpotenasi mengalami hal serupa. Pada satu sisi, mereka senang bahagia karena bebas dari sekolah. Namun, sisi yang lain menyebabkan adanya peluang untuk mengalami persepsi tidak jelas tentang mada depannya.

Apalagi, ketika mereka hidup di lingkungan masyarakat yang tidak terdidik, atau lingkungan masyarakat yang tidak mengutamakan pendidikan untuk kehidupan.

“Ini akan memiliki dampak jangka panjang terhadap semakin banyaknya tenaga tidak terdidik, yang pada akhirnya berdampak pada kualitas generasi ke depan. Situasi ini akan berdampak ke multi sistem hingga menyebabkan terjadinya kemiskinan, peningkatan kriminalitas, serta masalah sosial lainnya,” jelas Puji, sapaannya.

Maksimalkan Peran Guru BK

Oleh karena itu, pihak sekolah perlu memaksimalkan peran guru Bimbingan Konseling (BK), agar tidak berdampak lebih lanjut. Apalagi, siswa yang belum dapat sekolah ini, baru masuk ketika teman-temannya telah selesai Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS).

“Guru BK perlu melakukan asesmen untuk mendapatkan databased kondisi demografis anak, seperti tempat tinggal, hubgungan orang tua. Lalu, status pendidikan orang tua, karakteristik lingkungan tempat tinggal, berapa jumlah orang yang tinggal di dalam satu atap. Serta, level keuangan keluarga hingga relasi komunkasi orangtua anak,” ujar Puji.

Data tersebut penting untuk membantu guru bimbingan konseling dalam melakukan pendekatan dan memberikan intervensi yang tepat.

“Agar para siswa mampu beradaptasi dengan cepat nantinya,” tandas Puji.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button