Pertunjukan Teater Hikayat Gajah Duduk Pecahkan Rekor, Kritik untuk Perenungan Kekuasaan

Mataram (NTBSatu) — Pertunjukan teater bertajuk Hikayat Gajah Duduk (HGD) karya Teater Kamar Indonesia selama empat malam berturut-turut, 18-21 Oktober 2025 sukses dan banjir penonton.
Malam terakhir 21 Oktober, penonton membludak memenuhi Gedung Teater Tertutup Taman Budaya NTB.
Penonton sudah berdatangan sejak sore hari, antrean panjang terlihat di depan pintu masuk gedung pertunjukan yang pembukannya mulai Pukul 19.45 Wita.
Keterangan tertulis ke Redaksi NTBSatu, Ramainya penonton yang hadir, menandakan tingginya antusiasme terhadap Hikayat Gajah Duduk.
Selama empat hari pertunjukan, gedung pertunjukan Taman Budaya NTB dengan kapasitas 250 kursi di hari pertama, terisi 90%, hari ke 2 98% di hari ketiga dan keempat terisi penuh.
Bahkan di hari terakhir, 21 Oktober 2025, penonton nyaris menyentuh angka 350 orang dan rela lesehan karena tidak kebagian tiket. Meskipun Teater Kamar Indonesia sudah memperkirakan pertunjukan HGD akan banjir penonton, namun membludaknya penonton malam tadi, di luar prediksi.
“Jumlah penonton khususnya tadi malam melebihi kapasitas yang kami persiapkan. Karena malam terakhir pertunjukan, penonton sampai rela lesehan karena tidak kebagian kursi,” ungkap Pimpinan Produksi Teater Kamar Indonesia, Naniek I. Taufan.
Antusiasme penonton menjadi bukti bahwa pertunjukan-pertunjukan Teater Kamar Indonesia selalu jadi penantian.
Rekap penonton berdasarkan tiket dan tamu undangan, tidak kurang dari 1.100 penonton selama empat hari pertunjukan.
Ini memecahkan rekor penonton Teater Kamar Indonesia sebelumnya yakni pada pertunjukan Sandiwara Merah Jambu tahun 2009 dengan jumlah penonton 1.200 yang memaksa Teater Kamar Indonesia pentas selama 6 hari berturut-turut dari semula jadwal pertunjukan hanya tiga hari.
“Tahun 2009 saat menggelar Sandiwara Merah Jambu, penonton mencapai 1.200 dan mau tidak mau kala itu kami harus menambah hari pergelaran. Dan hanya dalam empat hari pertunjukan, Hikayat Gajah Duduk sukses dengan 1.100 penonton,” kata Naniek.
Karya Mendiang Imtihan Taufan

Mendiang Imtihan Taufan menulis naskah Hikayat Gajah Duduk pada tahun 2005, materinya selalu relevan dengan situasi.
Tema kritik sosial dan perenungan kekuasaan, penyajiannya apik dalam eksperimentasi yang berkolaborasi dengan seni tradisi Kemidi Rudat.
Bertindak sebagai sutradara, Syahirul Alim. Pemainnya, tujuh aktor utama yang sama-sama memiliki kekuatan tersendiri, Syahirul Alim sebagai Kalangkabo (raja/pejabat), Murachiem sebagai Karta (ajudan Kalangkabo), Kelly Jasmine Suntawe sebagai Eksisa (istri pejabat/Kalangkabo).
Sumarta sebagai ajudan Eksisa, Vino Sentanu dan Zakiyudin, keduanya sebagai juru kabar serta Nash Jauna sebagai Teriak Mardika (mewakili rakyat) juga 8 aktor pendukung lainnya yakni mahasiswa dari sastra pertunjukan Bastrindo FKIP Unram.
Ke tujuh aktor dan 8 pendukung yang memainkan Hikayat Gajah Duduk, berhasil mempersembahkan sebuah karya seni yang diapresiasi banyak kalangan. Ini terlihat dari maraknya postingan para penonton Hikayat Gajah Duduk di media sosial, terkait pertunjukan ini.
Panggung Jadi Milik Penonton
Hikayat Gajah Duduk menghadirkan refleksi dalam kritik sosial dan kekuasaan kemaruk yang bertahta terlalu lama.
Meskipun kental dengan kritik dan protes, pertunjukan yang dikemas dengan paduan naskah yang sangat kuat, musik yang hidup yang dimainkan oleh Teater Kamar Indonesia.
Bersama Sanggar Rudat Terengan yang digawangi maestro rudat Zakaria, juga tata cahaya (Bagus Livianto) serta artistik dan kostum (Akmal) yang sederhana namun menawan, termasuk pula make up yang karikatural (Rinda dan Agung), membuat penonton enggan meninggalkan gedung pertunjukan meskipun pertunjukan sudah usai.
Bagaimana tidak, selama satu jam pertunjukan, penonton disuguhkan adegan-adegan menggelitik yang kuat melalui dialog-dialog dalam merefleksi kekuasaan.
Selama empat hari pertunjukan, 18-21 Oktober 2025, tepuk tangan penonton sampai akhir pertunjukan. Bahkan tidak serta merta membuat penonton meninggalkan gedung pertunjukan.

Butuh waktu setidaknya 30 menit-an bagi penonton untuk bisa move on dari gedung pertunjukan. Mereka menggunakan kesempatan itu untuk ikut naik ke atas panggung berfoto bersama para aktor. Di situlah panggung sudah bukan lagi milik para aktor melainkan panggung jadi milik penonton.
“Antusiasme penonton luar biasa, ini terlihat meski pertunjukan usai, penonton selalu tidak langsung keluar dari gedung pertunjukan, melainkan menikmati panggung bersama para aktor untuk foto bersama,” ujar Naniek I. Taufan.
Salah seorang penonton, Sukran mengungkapkan, melihat pertunjukan Hikayat Gajah Duduk membuatnya ingin kembali naik panggung. Ia juga mengagumi naskah HGD yang menempatkan kritik dan protes pada tataran intelektualitas. Ini membuat yang dikritik tidak bisa marah, melainkan jadi moment untuk merenung.
Uniknya pertunjukan HGD, selain dibanjiri generasi Z, juga dihadiri oleh berbagai kalangan, mulai dari seniman, akademisi, perwakilan pemerintah daerah, aktivis, wartawan, LSM, pegiat sosial dan lainnya yang nota bene sebagian besar termuat dalam kritik selama pertunjukan.
“Kami senang semua bisa hadir untuk ikut menonton HGD,” kata Saepullah Sapturi, Ketua Teater Kamar Indonesia.
Lebih jauh, Naniek berharap pertunjukan ini benar-benar bisa menjadi refleksi, perenungan sekaligus inspirasi bagi semua pihak untuk bijaksana dalam mengelola kekuasaan. Dengan keberhasilan ini, Management Teater Kamar Indonesia bersiap untuk mengadakan tur penting memenuhi beberapa undangan pertunjukan Hikayat Gajah Duduk guna memperluas jangkauan apresiasi publik terhadap karya teater yang berkualitas. (*)