Pendidikan

Konflik Jelang Pemilihan Rektor Unram Memanas, Senat Diduga Bermain

Mataram (NTBSatu) – Mendekati pemilihan Rektor Universitas Mataram (Unram), sejumlah permasalah mulai bermunculan. Dugaan kejanggalan mencuat. Terutama, isu senat universitas mencoba menjegal calon kandidat.

Sejumlah dugaan kejanggalan ini dikupas dalam diskusi dengan tema “Matinya Demokrasi di Kampus: Membongkar Kejanggalan Senat dan Upaya Penjegalan Kandidat Calon Rektor Unram” pada Kamis, 16 Oktober 2025.

Diskusi ini berlangsung di Kedai Bumi Resto, Kota Mataram. Menghadirkan tiga narasumber. Di antaranya: Dosen Fatepa Unram, Dr. Ansar, S.Pd., M.Pd.; Alumni Unram, David Putra Pratama, S.H.; dan Ketua DPM Unram 2025, M. Affan Fadilah.

Sementara pesertanya berasal dari perwakilan unit kegiatan mahasiswa, perwakilan BEM, organisasi mahasiswa eksternal, mahasiswa Unram, mahasiswa umum, dan perwakilan organisasi masyarakat.

Dosen Fatepa Unram, Dr. Ansar menguraikan, menjelang pemilihan rektor, banyak kejanggalan terjadi. Salah satunya proses pendaftaran senat universitas. Ia mengaku menjadi salah satu korban.

Ia menceritakan, tidak bisa mendaftar sebagai Senat Unram, karena mendapat sanksi etik kategori berat yang tidak berdasar tanpa melalui proses.

“Dalam kasus ini, Dekan dijadikan tameng. Cukup saya mengalami ini, jangan sampai dosen lain atau mahasiswa, ini kriminalisasi,” katanya.

Gugat ke PTUN

Penjatuhan sanksi ini berujung pada gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Mataram, pada 31 Juli 2025.

Gugatan tersebut sudah teregister dengan nomor perkara 51/G/2025/PTUN.Mtr. Sidang perdana berlangsung pada Rabu, 15 Oktober 2025 mendatang.

“Saya mencoba mencari keadilan melalui gugatan PTUN, tetapi dalam prosesnya sanksi kemudian dicabut, tetapi saya sudah tidak bisa mendaftar senat. Ini akal-akalan mengerikan,” ujarnya.

Berangkat dari kasus ini, ia menyebut proses demokratisasi di lingkungan kampus masuk kategori mengalami stagnasi atau mati suri. Terdapat indikasi dan bukti kriminalisasi yang terstruktur, untuk menghalangi dan menjegal anggota senat akademik.

“Regulasi internal direkayasa dengan tujuan ambisius mencapai dan mempertahankan kekuasaan,” ungkapnya.

Ketua Senat Unram terpilih, Prof. Dr. Sukartono belum bisa memberikan keterangan karena sedang ada kegiatan. “Maaf tiang (saya) masih di lokasi kebun nanas dengan petani,” kata Prof. Sukartono kepada NTBSatu, Jumat, 17 Oktober 2025.

Tanggapan Mahasiswa

Sementara narasumber lain, David Putra Pratama, S.H., menyampaikan, kebebasan akademik merupakan nyawanya kampus. Menjadi syarat pertumbuhan nilai dan pengetahuan yang sejalan dengan aktivitas visi dan misi universitas itu sendiri.

“Kampus menjadi laboratorium pengetahuan, mendidik para pendidik juga kaum terpelajar untuk punya kapasitas mengelola sumberdaya manusia di dalamnya,” katanya.

Namun kebebasan ini seringkali mendapat perhatian yang cukup serius. Misalnya, di Universitas Mataram. Permasalahan datang dari petinggi universitas yang mengendalikan segala kebijakan di dalamnya.

“Baru-baru ini beberapa isu paling dekat dengan demokrasi ialah pembatasan hak seseorang melalui kriminalisasi dosen di tataran fakultas,” ujarnya.

Di momentum pemilihan rektor, kejanggalan atas segala kejadian muncul beriringan dengan persoalan kandidat. Misalnya dugaan upaya penjegalan dan sebagainya.

Sebagai seorang rektor sekaligus guru besar, lanjut dia, tidak pantas sebenarnya mempertontonkan hal demikian di hadapan seluruh civitas akademika Unram.

“Pemilihan rektor ini mesti sebagai refleksi dan perenungan kebebasan atas hak memilih dan dipilih itu menjadi mutlak kehendak pribadi, bukan atas dasar kepentingan kekuasaan,” tegasnya.

Menurutnya, jika ini terus terjadi, pembatasan terhadap demokrasi, maka pilihan terakhir untuk menyelamatkan demokrasi adalah turun ke jalan.

“Kita laksanakan aksi demonstrasi besar-besaran, mahasiswa dan masyarakat akan menentang cara-cara kampus menjegal seseorang, apalagi ini sesama dosen, guru besar. Sangat memalukan apabila ini dibiarkan terus terjadi, semakin memburuk. Saya siap memimpin massa aksi untuk bergerak lebih lanjut,” jelasnya.

Drama Pemilihan Rektor Unram

Perwakilan dari mahasiswa, M. Affan Fadilah mengatakan, sejauh ini banyak drama selama proses penjaringan, pendaftran hingga penetapan senat. Anehnya, ketua senat lama melantik senat baru tanpa menunjukkan SK. Tetapi setelah ada dinamika dan tuntutan, baru kemudian muncul SK nya.

“Begitupun dari dosen yang ingin mencalonkan sebagai rektor, kami mendapatkan informasi, dosen dikenakan sanksi etik disampaikan secara lisan tetapi tidak diserahkan dokumen tertulis, ada aksi barulah muncul bentuk SK nya, setelah hampir lebih dari dua minggu keluar,” jelasnya.

Kemudian, ada juga informasi lain, tepatnya di MIPA. Terdapat keanehan, voting menggunakan formulis . Kemudian, di formulis itu mengisi nama pemilih dan nama orang yang dipilih, ada juga interfensi dari pimpinan untuk memilih nama tertentu.

“Kami sebagai mahasiswa sedih mendengar ini, kampus yang kami percaya menjaga marwah kejujuran, tetapi ada noda kekuasaan yang tertanam hati dan pikiran pejabat,” tutupnya. (*)

Muhammad Yamin

Jurnalis NTBSatu

Berita Terkait

Back to top button