PM Jepang Shigeru Ishiba Resmi Mengundurkan Diri

Jakarta (NTBSatu) – Perdana Menteri (PM) Jepang, Shigeru Ishiba resmi menyatakan mengundurkan diri pada Minggu, 7 September 2025 kemarin. Hal ini terjadi tak lama setelah Tokyo menyelesaikan fase akhir perjanjian perdagangan dengan Amerika Serikat (AS).
Dalam pernyataannya, Ishiba (68 tahun) mengatakan dalam konferensi persnya, ia harus bertanggung jawab atas serangkaian kekalahan telak dalam Pemilu.
Ia menyebut, perjanjian dagang dengan AS selayaknya karya akhir yang ia buat untuk negara dalam posisi sebagai PM.
“Sekarang negosiasi mengenai langkah-langkah tarif AS telah mencapai kesimpulan. Saya yakin ini adalah saat yang tepat,” kata Ishiba dalam konferensi pers, seperti dikutip AFP, Senin, 8 September 2025.
“Saya telah memutuskan untuk mundur dan memberi jalan bagi generasi berikutnya,” tambahnya.
Desakan Partai
Keputusan ini muncul kurang dari setahun PM Jepang berusia 68 tahun itu, mengambil alih kepemimpinan Partai Demokrat Liberal (LDP). Ia memenangkan kepemimpinan partai pada September 2024.
Laporan media sebelumnya mengatakan, Ishiba ingin menghindari perpecahan di dalam partai dan tidak mampu menahan seruan yang semakin meningkat agar mengundurkan diri.
Di sisi lain, Menteri Pertanian dan seorang Mantan Perdana Menteri dilaporkan bertemu dengan Ishiba pada Sabtu, 6 September 2025 malam, untuk mendesaknya mundur secara sukarela.
Empat pejabat senior LDP, termasuk orang nomor dua partai, Hiroshi Moriyama menawarkan pengunduran diri pada pekan lalu.
Para penentang Ishiba juga mendesaknya untuk mundur guna bertanggung jawab atas hasil Pemilu, menyusul pemungutan suara di majelis tinggi pada Juli.
Mereka yang mendukung langkah tersebut termasuk Taro Aso, Mantan Perdana Menteri berpengaruh berusia 84 tahun.
Masa jabatan Ishiba sebagai pemimpin partai seharusnya berakhir pada September 2027.
Saingan utamanya, Sanae Takaichi yang merupakan seorang nasionalis garis keras, mengatakan bahwa ia akan mencalonkan diri menggantikan Ishiba.
LDP telah memerintah hampir terus-menerus sejak tahun 1955, namun para pemilih telah meninggalkan partai, termasuk ke kelompok-kelompok pinggiran seperti Sanseito yang populis.
Faktor-faktornya meliputi kenaikan harga, terutama beras, penurunan standar hidup, dan kemarahan atas skandal korupsi di dalam LDP. (*)