Mataram (NTBSatu) – Pembangunan sebuah tempat biliar di Jalan Merdeka Raya, Kelurahan Karang Pule, Kota Mataram, menjadi sorotan serius aparat pemerintah.
Tempat usaha tersebut terbukti melanggar aturan tata ruang dan pembangunan, karena tidak mengantongi dokumen legal seperti Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR) dan Surat Keterangan Rencana Kota (SKRK).
Lebih dari sekadar pelanggaran administratif, pembangunan ini dilakukan di atas Lahan Sawah Dilindungi (LSD), yang secara hukum memiliki perlindungan ketat.
Hal ini terungkap dari hasil kajian teknis Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kota Mataram, yang kemudian menerbitkan Surat Peringatan Tertulis Ketiga (SP3) kepada pemilik usaha bernama Yoga.
“Kami telah turun langsung ke lapangan bersama tim gabungan. Pelaku sudah mendapat sanksi administratif, dan pelaku usaha kita minta segera menghentikan kegiatan pembangunan serta mengurus seluruh dokumen perizinan yang diperlukan,” tegas Sekretaris Satpol PP Kota Mataram, Aang Tantawi, Jumat, 16 Mei 2025.
Pemerintah Kota Mataram memberikan batas waktu dua hari kepada pemilik usaha untuk menindaklanjuti peringatan tersebut. Jika tidak diindahkan, bukan tidak mungkin penindakan lanjutan akan dilakukan.
Kepala Dinas PUPR Kota Mataram, Lale Widiahning, dalam surat peringatannya menegaskan bahwa pembangunan tanpa izin di lahan dengan status perlindungan khusus merupakan pelanggaran serius terhadap Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).
Proses Perizinan Tidak Boleh Sembarang
Sementara itu, Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP), H. Amirudin menyatakan, proses perizinan kini tidak bisa lagi sembarangan. Setiap permohonan izin wajib melalui verifikasi spasial dan teknis berdasarkan sistem pemetaan yang sudah digital dan akurat.
“Selama tidak melanggar tata ruang, kami tentu mendukung investasi. Namun, jika terjadi pelanggaran, maka kami tidak akan menerbitkan izin dalam bentuk apapun,” ujar Amirudin.
Kasus ini pun menjadi catatan penting bagi Pemkot Mataram dalam memperkuat pengawasan terhadap pemanfaatan ruang kota. Tidak hanya menyangkut ketertiban administrasi, tetapi juga menyentuh aspek strategis yakni perlindungan lahan pangan, keseimbangan ekologis, dan keadilan dalam tata kelola pembangunan.
Di tengah dorongan investasi, kasus seperti ini menunjukkan bahwa ketegasan terhadap pelanggaran ruang harus konsisten dan menjadi perhatian. Jika tidak, aturan akan kehilangan makna, dan kota akan tumbuh dengan wajah yang tak tertata. (*)