Era Iqbal-Dinda Momentum Konsolidasi Ekonomi NTB
Lewat suntikan dana TKD dan kondisi kas yang kuat, era pemerintahan Iqbal-Dinda dinilai memiliki modal awal yang besar untuk mendorong transformasi struktural ekonomi NTB.
Namun, tantangannya tidak kecil. Mengingat dominasi sektor informal yang masih tinggi, ketergantungan terhadap sektor pertambangan, serta ketimpangan antarwilayah yang belum sepenuhnya teratasi.
“Ini bukan sekadar soal banyaknya dana, tetapi soal bagaimana mengelolanya dengan cerdas, fokus, dan berorientasi pada hasil,” tegas Ratih.
Ke depan, program-program yang berbasis penguatan ekonomi rakyat, pemerataan infrastruktur desa-kota, peningkatan kualitas SDM. Serta digitalisasi pelayanan publik harus menjadi prioritas agar visi NTB “Maju, Makmur, dan Mendunia” benar-benar tercapai, bukan sekadar menjadi slogan.
“Kalau belanja publik bisa diarahkan ke sektor-sektor yang tepat, NTB bisa melompat jauh. Tapi kalau salah kelola, kita hanya akan melihat pertumbuhan di atas kertas tanpa perubahan nyata di lapangan,” pungkas Ratih.
Sementara itu, BPS Provinsi NTB mencatatkan penurunan angka kemiskinan sebesar 1 persen pada September 2024. Penurunan itu berhasil mengeluarkan NTB dari 10 Provinsi termiskin nasional, dari posisi ke-8 menjadi posisi ke-12 dengan tingkat kemiskinan 11,91 persenÂ
Namun demikian, Kepala BPS Provinsi NTB, Wahyudin menyebut masih terdapat tantangan di wilayah pedesaan yang mencatat tingkat kemiskinan 12,21 persen. Sedikit lebih tinggi dari perkotaan yang sebesar 11,64 persen,
Ketimpangan distribusi pendapatan juga tetap menjadi perhatian, dengan gini ratio sebesar 0,388 di desa dan 0,320 di kota. Pasar tenaga kerja menunjukkan pergeseran positif menuju sektor formal, dengan proporsi pekerja formal meningkat menjadi 29,49 persen pada Agustus 2024, tumbuh 1,79 persen (yoy).
Walaupun demikian, 70,51 persen tenaga kerja NTB, masih berada di sektor informal, yang cenderung lebih rentan terhadap guncangan ekonomi.
“Dominasi sektor pertanian dan perdagangan sebagai penyerap utama tenaga kerja menunjukkan pentingnya strategi transisi menuju sektor formal yang lebih stabil dan produktif,” tukas Wahyudin. (*)