Mataram (NTBSatu) – Polda Jawa Barat menetapkan dokter residen anestesi dari Universitas Padjajaran (Unpad) inisial PAP, sebagai tersangka dugaan pelecehan seksual, Rabu, 9 April 2025.
Sebagai informasi, terduga pelaku PAP merupakan peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Unpad di Rumah Sakit (RS) Hasan Sadikin.
Kabid Humas Polda Jawa Barat, Kombes Hendra Rochmawan menyampaikan, penetapan tesangka berdasarkan hasil penyelidikan dan penyidikan Direktorat Kriminal Umum.
“Direktorat Umum telah bertindak dengan cepat dengan melakukan penyelidikan dan penyidikan kurang lebih dari 20 hari. Sehingga telah berhasil menetapkan tesangka pelecehan seksual,” ujarnya dalam siaran langsung di akun YouTube KOMPASTV, kemarin.
Hendra menjelaskan, kronologisnya bermula saat korban sedang menunggu bapaknya yang dirawat di RS Hasan Sadikin pada Selasa, 18 Maret 2025.
Tersangka PAP meminta mengambil darah korban dan membawanya dari ruang IGD ke gedung MCHC lantai 7 tanpa ditemani adiknya.
“Pada tanggal 18 Maret tahun 2025 sekitar pukul 01.00 WIB, tersangka meminta korban untuk diambil darah. Membawa korban dari ruang IGD ke gedung MCHC lantai 7,” ujar Hendra.
Suntik Korban hingga Tidak Sadar
lebih lanjut, Hendra menjelaskan tersangka meminta korban untuk mengganti pakaian dengan pakaian operasi. Kemudian menyuntik korban sebanyak 15 kali, serta cairan bening ke selang infus yang membuat korban tak sadarkan diri.
Korban pun sadar setelah 4 jam ,kemudian menceritakan kejadian tersebut kepada ibunya.
“Korban bercerita kepada ibunya bahwa tersangka mengambil darah dengan 15 kali percobaan dan memasukkan cairan bening ke dalam saluran infus yang membuat korban tidak sadarkan diri. Kemudian saat korban buang air kecil, korban merasakan perih di bagian tertentu,” pungkas Hendra.
Kejadian itu mendapat tanggapan dari salah satu pebisnis sekaligus influencer kesehatan, Tirta Mandira Hudhi alias dr. Tirta.
Dalam akun X pribadinya @tirta_cipeng, ia mengaku prihatin atas kejadian dugaan pelecehan seksual oleh dokter residen dari Unpad tersebut.
“Ini kisah paling memalukan sepanjang sejarah PPDS. Hal ini bisa menghancurkan trust (kepercayaan, red) pasien ke dokter anestesi di seluruh Indonesia,” tulisnya pada Rabu, 9 April 2025. (*)