INTERNASIONAL

PM Israel Tunda Sidang Kabinet, Gencatan Senjata Gaza Terancam

Jakarta (NTBSatu) – Israel menunda persetujuan kesepakatan gencatan senjata dengan Hamas di Gaza, Palestina. Mengutip Al Arabiya News, sidang persetujuan itu semestinya berlangsung, Kamis, 16 Januari 2025.

Namun, sidang ditunda karena perpecahan menteri-menteri di kabinet Israel yang sudah berlangsung lama. Kemudian pada Jumat dini hari, 17 Januari 2025, kantor Netanyahu mengatakan persetujuan sudah dekat.

“Perdana Menteri (PM) Benjamin Netanyahu diberitahu oleh tim negosiasi, bahwa kesepakatan telah dicapai untuk membebaskan para sandera,” kata kantornya dalam sebuah pernyataan.

Laporan media Israel mengatakan, pemungutan suara dapat dilakukan pada hari Jumat atau Sabtu pekan ini. Tetapi kantor perdana menteri menolak mengomentari waktu pastinya.

Sementara, di Gaza sendiri, pesawat tempur Israel terus melancarkan serangan gencar menjelang gencatan senjata. Otoritas Palestina mengatakan pada Kamis malam, 16 Januari 2025, sedikitnya 86 orang tewas sehari setelah pengumuman gencatan senjata.

Kegembiraan atas gencatan senjata berganti menjadi kesedihan dan kemarahan. Akibat meningkatnya pemboman yang terjadi, setelah pengumuman gencatan senjata, Rabu, 15 Januari 2025.

Alasan Menunda Gencatan Senjata

Juru bicara Gedung Putih, John Kirby mengatakan, Washington yakin kesepakatan berjalan sesuai rencana. “Secepatnya akhir pekan ini. Kami tidak melihat adanya tanda-tanda yang menunjukkan bahwa akan gagal,” kata Kirby di CNN pada Kamis, 16 Januari 2025. 

Sebuah kelompok yang mewakili keluarga sandera Israel di Gaza, 33 di antaranya akan bebas pada fase enam minggu pertama kesepakatan. Mereka mendesak Perdana Menteri, Benjamin Netanyahu untuk bergerak cepat.

“Bagi 98 sandera, setiap malam adalah malam mimpi buruk yang mengerikan. Jangan tunda kepulangan mereka, bahkan untuk satu malam lagi,” kata kelompok itu dalam sebuah pernyataan di media Israel.

Sementara itu, PM Israel, Benjamin Netanyahu yang menunda pemungutan suara, menuduh Hamas mengajukan tuntutan pada menit-menit terakhir.

“Kabinet Israel tidak akan bersidang, sampai para mediator memberi tahu Israel bahwa Hamas telah menerima semua elemen perjanjian,” kata kantor Netanyahu, mengutip Reuters.

Beberapa analis politik berspekulasi, bahwa gencatan senjata yang awalnya akan mulai Minggu, 19 Januari mendatang, bisa tidak jadi. Spekulasi ini muncul, jika Israel tidak menyelesaikan persetujuan hingga hari Sabtu.

Kelompok garis keras di pemerintahan Netanyahu berharap, kesepakatan gencatan senjata dengan Hamas gagal. Mereka berkeras, bahwa perang belum mencapai tujuannya untuk memusnahkan Hamas dan tidak boleh berakhir sampai tujuannya tercapai.

Di Yerusalem, sejumlah warga Israel berbaris di jalan-jalan sambil membawa peti mati tiruan sebagai protes terhadap gencatan senjata, memblokir jalan, dan bentrok dengan polisi. Demonstran lainnya memblokir lalu lintas hingga pasukan keamanan membubarkan mereka.

Awal Mula Perjanjian Gencatan Senjata

Sebelumnya, kesepakatan gencatan senjata muncul pada Rabu, 15 Januari 2025, setelah mediasi oleh Qatar, Mesir, dan Amerika Serikat. Kesepakatan tersebut menguraikan gencatan senjata awal selama enam minggu dengan penarikan pasukan Israel secara bertahap.

Puluhan sandera yang ditawan oleh Hamas termasuk wanita, anak-anak, orang tua, dan orang sakit akan dibebaskan sebagai ganti ratusan tahanan Palestina yang ditahan di Israel.

Hal tersebut membuka jalan bagi lonjakan bantuan kemanusiaan untuk Gaza, tempat mayoritas penduduk telah mengungsi, menghadapi kelaparan, penyakit, dan kedinginan.

Sebagai informasi, Israel melancarkan operasinya di Gaza setelah Hamas menyerbu komunitas daerah perbatasan Israel pada 7 Oktober 2023 lalu. Operasi tersebut menewaskan 1.200 tentara dan warga sipil, serta menculik lebih dari 250 sandera, menurut penghitungan Israel.

Jika berhasil, menurut otoritas Gaza, gencatan senjata akan menghentikan pertempuran yang telah meratakan sebagian besar wilayah yang padat penduduk. Kemudian, menewaskan lebih dari 46.000 orang dan menggusur sebagian besar penduduk daerah kantong kecil, yang berjumlah 2,3 juta jiwa sebelum perang. (*)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button