Hukrim

Penasihat Hukum Terkejut Po Suwandi Dijebloskan ke Penjara

Mataram (NTBSatu) – Penasihat hukum terpidana Po Suwandi, Lalu Kukuh Kharisma menanggapi eksekusi jaksa terhadap kliennya, Kamis, 19 September 2024.

Kepada wartawan, ia mengaku terkejut dengan langkah Kejati NTB yang menjebloskan atau mengeksekusi Po Suwandi. Padahal, baik ia maupun jaksa belum menerima salinan putusan kasasi lengkap dari Mahkamah Agung.

“Baru saya terima kabar juga, pas Pak Po Suwandi wajib lapor, dieksekusi. Kami enggak paham dengan jaksa, kenapa kesannya terburu-buru,” katanya.

Merana belum menerima salinan putusan kasasi lengkap dari Mahkamah Agung, Kukuh meminta kliennya tidak menandatangani surat eksekusi penahanan.

“Pertimbangan hakim kan tidak ada (dalam petikan putusan). Makanya, diatur di KUHAP, eksekusi dilakukan setelah ada salinan putusan lengkap,” ujarnya.

Karenanya, penilaian Kukuh, dengan tidak menandatangani surat eksekusi penahanan, maka status kliennya di Lapas Kelas IIA Kuripan, Lombok Barat hanya sebagai tahanan titipan.

“Itu titipan sampai menunggu salinan putusan lengkap diterima. Pak Po Suwandi dalam kondisi sakit seharusnya ada diskresi dari mereka (jaksa),” jelasnya.

Eksekusi Po Suwandi

Sebelumnya, Wakajati NTB Dedie Tri Hariyadi, pihaknya mengeksekusi Po Suwandi menjebloskannya Lapas Kelas IIA Kuripan, Lombok Barat. Terpidana itu menjalani penahanan selama 13 tahun.

“Iya, hari ini kami mengeksekusi terdakwa kasus dugaan korupsi pasir besi berdasarkan putusan inkrah,” katanya.

Dedie tak mempermasalahkan jika seandainya Po Suwandi tak ingin menandatangani surat eksekusi dari kejaksaan. Hal itu setelah pihaknya telah menerima petikan putusan dari Mahkamah Agung.

“Ya, kita buat berita acara yang berasangkutan tidak mau tanda tangan. Yang penting udah dapat petikan putusan. Resmi kok,” jelasnya.

Menyinggung putusan pada Pengadilan Tinggi bahwa Direktur PT AMG itu tetap menjadi tahanan kota, Dedie menyebut jika hal itu dihapus. Artinya kembali kepada putusan yang menyebut bahwa menjatuhkan pidana terhadap terdakwa.

“Karena dalam putusan kasasinya ditolak, tentu menguatkan putusan Pengadilan Tinggi NTB, status tahan kota sudah dihapus. Dan kembali pada putusan yang menjatuhkan pidana 13 tahun, itu yang menjadi pertimbangan eksekusi,” jelasnya.

Bunyi petikan putusan Mahkamah Agung nomor 4960 K/Pid.Sus/2024 dengan ketua majelis hakim Dwiarso Budi Santiarto menolak permohonan kasasi terdakwa dan Jaksa Penuntut Umum. (*)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button