Mataram (NTBSatu) – Pameran Sisa-sisa yang Tersisa dari Sidzia Madvox berlangsung dari 21-27 Juli 2024 di Warung Kota, Kota Mataram. Perupa, Mantra Ardhana bertindak sebagai kurator pameran tersebut.
Sidzia mengatakan, Sisa-sisa yang Tersisa tercipta lantaran sejumlah teman memberikan kanvas-kanvas bekas digital yang telah luntur. Kemudian, ia menimpa kanvas-kanvas bekas itu dengan cat tembok lalu melukisnya dengan cat minyak pemberian ayah.
Ia pun mulai melukis secara pelan-pelan. Pada akhirnya, karya-karya yang tercipta pun makin banyak.
Sidzia menggarap banyak benda yang telah terbengkalai dan tidak terpakai. Ia memiliki kecenderungan untuk menggarap segala hal yang tampak tidak bernilai di hadapan seseorang untuk diubah menjadi karya yang bernilai.
Cara itu sesuai dengan kultur punk yang mengedepankan etos ‘Do It Yourself’ atau ‘Kerjakan Sendiri’ untuk hidup. Hal lain yang menguatkan Sidzia menerapkan etos kultur punk ialah kegigihannya dalam merespons benda-benda bekas yang tidak ternilai.
“Keterbatasan bukanlah penghalang untuk berkarya,” ungkap Sidzia, beberapa waktu lalu.
Sidzia ingin lebih banyak menggarap berbagai hal yang tidak memiliki nilai di hadapan masyarakat umum. Kemudian, sesuatu yang tidak bernilai itu, akan diberikan nilai tertentu untuk membuatnya ternilai.
Hal tersebut makin menguatkan indikasi bahwa Sidzia memang menerapkan etos tersebut dalam karya-karya seni rupanya.
Baca juga: “Bring Back Memories”, Hasil Refleksi 13 Perupa asal NTB
Lebih lanjut, Sidzia menceritakan, ada sejumlah kawan yang pernah mengajaknya untuk pameran bersama. Akan tetapi, karena ada satu dan lain hal, Sidzia memutuskan untuk pameran tunggal.
Karya-karya dalam Sisa-sisa yang Tersisa menawarkan sejumlah tema yang beragam, tapi bersifat personal. Karena bersifat personal, Sidzia tidak pernah mendapatkan kendala manakala mencipta karya.
Dalam pameran itu, Sidzia lebih banyak menggarap bentuk lukisan yang ekspresif. Ia melukis dengan menggunakan lidi, pisau palet, penggaris, dan berbagai hal yang ada di sekitarnya.
“Secara rata-rata, bahan-bahan yang terpakai adalah segala hal yang ada di sekitar diri saya,” ujar Sidzia.
Kuratorial Sisa-sisa yang Tersisa
Terdapat tema dan figur yang menampakkan tentang perempuan dalam karya-karya Sidzia. Ia mengatakan, tema dan figur perempuan itu berasal dari pengalaman pribadinya.
Karya-karya Sidzia, hampir sebagian besar, mengeksplorasi citra yang memendarkan figur-figur. Ia menjelaskan, hal tersebut muncul lantaran pertemuan dengan berbagai orang. Sidzia mengakui, basis penciptaannya memang berasal dari segala hal yang dekat.
“Keinginan untuk menggarap figur-figur itu muncul akibat kedekatan emosional dengan berbagai orang,” terang Sidzia.
Mantra Ardhana bertindak sebagai kurator dalam pameran Sisa-sisa yang Tersisa. Sidzia menuturkan, Mantra memberikannya kebebasan ketika mengumpulkan karya-karya yang telah tercipta.
Pameran Sisa-sisa yang Tersisa tidak mengemukakan tema kuratorial tertentu. Sebab, Mantra memang telah memberikan kebebasan kepada Sidzia dalam menata karya-karya yang terpamerkan pada Sisa-sisa yang Tersisa.
Hanya saja, menurut keterangan Sidzia, Mantra membantu untuk melihat benang merah dari karya-karya yang ada. Sehingga, pameran Sisa-sisa yang Tersisa makin utuh dan memiliki narasi pengikat.
“Proses kuratorialnya tidak terletak pada aspek display dan lay-out,”
Seorang pengunjung menghadiri pameran “Sisa-sisa yang Tersisa” di Warung Kota, Kota Mataram. Foto: Gilang Sakti Ramadhan
Tema kuratorial berangkat pada persoalan Sidzia yang lebih banyak memanfaatkan barang-barang yang terbengkalai kemudian diubah menjadi karya.
Terakhir, Sidzia menerangkan alasan untuk tidak menggunakan galeri konvensional yang berada di Taman Budaya NTB ataupun sejumlah tempat. Ia merasa, Warung Kota menjadi tempat yang sangat cocok untuk karya-karyanya yang tidak terlalu memiliki ukuran yang cukup besar.
“Saya ingin keluar dari kaidah estetika seni rupa konvensional yang menyebutkan bila membuat pameran harus berlokasi di galeri-galeri pada umumnya,” tandas Sidzia.