HIBURAN

Pentas Teater Hikayat Gajah Duduk, Memotret Kekuasaan yang Kemaruk 

Sinopsis Hikayat Gajah Duduk: “Gara-gara sebuah bungkusan besar, Kalangkabo terjebak dalam arus kekuasaan yang membuatnya kelimpungan. Semula bungkusan itu menyenangkan. Namun kemudian sebaliknya. Ia ingin melenyapkan bungkusan itu, apa pun caranya. Hingga akhirnya ia kehilangan keseimbangan dan mencurigai siapa saja seraya beranggapan bahwa mereka akan menghancurkan kekuasaannya. Dengan sebab Perkara Bungkusan, Kalangkabo menggila”. 

Setelah lima tahun berkontemplasi usai menggelar karya terakhir pertunjukan Sandiwara Merah Jambu pada tahun 2020, Teater Kamar Indonesia kembali dengan bangga mempersembahkan sebuah pertunjukan teater.  

Berjudul  Hikayat Gajah Duduk (HGD) karya Imtihan Taufan, sutradara Syahirul Alim. Pertunjukan ini akan berlangsung pada tanggal 18-21 Oktober 2025, di Gedung Teater Tertutup Taman Budaya NTB, Pukul 20.00 wita.  

Pertunjukan Hikayat Gajah Duduk akan menampilkan babak-babak seru komedi satir, dalam pemberontakan, perseteruan, kesetiaan dan pengkhianatan, perburuan hingga penaklukan kekuasaan oleh rakyat. 

Sebagaimana naskah lain karya Imtihan Taufan, Hikayat Gajah Duduk, juga merupakan respon dari fenomena  sosial dan kekuasaan. Kritik  sosial dan kekuasaan sangat kental dalam naskah Hikayat Gajah Duduk. 

Kritik Tajam Kekuasaan

Nanik I. Taufan (tiga dari kiri) pimpinan produksi Pentas Teater Hikayat Gajah Duduk bersama kru dan pemain Teater Kamar. Foto: Istimewa

Kekuasaan yang sarkas, menutup mata dan telinga dari situasi rakyat sebagai penyanggah utama kekuasaan. Kemaruk yang sakit terkumpul membengkak sesak, menggunung, terbungkus sarung kelicikan beraroma busuk. Kekuasaan bersama keagungan dan kematian hidup berdampingan.

Di singgasana mewahnya, Kalangkabo menyembunyikan keserakahan yang purba yang pada saatnya kemudian menjadi incaran dunia. Jubah kebesaran Kalangkabo merah darah menyala, cerdik melindungi Kalangkabo. Menutup rapat-rapat, bungkusan di kursi kekuasaannya agar baunya tidak menyebar. Ia sadar betul, banyak yang mengejar bungkusan itu.

Perkara bungkusan inilah yang membuat seisi panggung berebut memburu dan mengungkapkannya. Menghadirkan konflik dan konfrontasi terbuka antara Kalangkabo dengan Eksisa pun rakyatnya.

Perkara bungkusan melibatkan perseteruan Kalangkabo dengan rakyatnya, dengan pewarta hingga istrinya sendiri.

“Teater Kamar Indonesia sengaja mengangkat Naskah Hikayat Gajah, sebab akan selalu kontekstual dengan situasi. Sebab, perkara kekuasaan ini akan hidup hingga akhir zaman,” ungkap Naniek I. Taufan Pimpinan Produksi Teater Kamar Indonesia.

Teater Kamar Indonesia juga pernah memainkan Hikayat Gajah Duduk tahun 2006. Namun kali ini tampil berbeda. Mengusung konsep eksperimentasi, Hikayat Gajah Duduk berkolaborasi apik dengan seni tradisi Kemidi Rudat Terengan, Tanjung Lombok Utara.

Konsep eksperimentasi dalam garapan Hikayat Gajah Duduk memasukan unsur-unsur Kemidi Rudat yang nota bene berbasis seni tradisi, tampil ke atas panggung teater modern. Management Teater Kamar Indonesia mengajak seniman tradisi Rudat berkarya bersama dalam Hikayat Gajah Duduk.

“Dalam garapan HGD ini, kami melibatkan seniman tradisi berkarya bersama di panggung teater modern,” ujar Naniek.

Eksperimentasi seni tradisi dan modern ini terlihat dalam seluruh pertunjukan. Dari sisi, kostum, HGD menampilkan kolaborasi unsur-unsur Rudat di beberapa bagian. 

Seperti kaos kaki tinggi, selempang, tanda pangkat, topi tarbus serta impresi cara berpakaian para aktor. Sedangkan dalam garapan musik dan ilustrasinya, dominan musik dan ilustrasi Kemidi Rudat. 

Perpaduan Seni dan Tradisi

Salah satu adegan dalam pentas Hikayat Gajah Duduk yang dimainkan Teater Kamar. Foto: Istimewa/ Nanik I. Taufan

Demikian pula unsur gerak rampak tari rudat untuk membuka maupun menutup beberapa adegan HGD. Dalam beberapa narasi bahkan dialog HGD juga, syair-syair rudat untuk mengikat dan menekankan kisah yang sedang aktor mainkan.

Eksperimentasi Hikayat Gajah Duduk, hadir sebagai bagian dari upaya untuk tetap melestarikan seni tradisi Kemidi Rudat.

Ini sekaligus untuk menemukan bentuk baru, agar seni tradisi ini bisa diterima oleh publik secara umum melalui panggung teater modern.  

“Kami ingin mengangkat seni tradisi agar diterima oleh khalayak umum dengan menemukan bentuk baru dari sebuah pertunjukan eksperimentasi,” kata jurnalis senior ini.

Dalam pementasan ini, aktor-aktor dan aktris Teater Kamar Indonesia turut terlibat.

Di antaranya, Syahirul Alim yang juga sutradara pertunjukan ini, Murachiem, Kelly Jasmine Suntawe, Sumarta, Vino Sentanu, Zakiyudin dan juga mendapat dukungan Nash Jauna.

Ketujuh aktor yang memainkan Hikayat Gajah Duduk masing-masing memiliki kekuatan tersendiri dan siap ‘membakar’ panggung Taman Budaya NTB.

Pertunjukan ini juga menampilkan Maestro Rudat, Zakaria dari Terengan Lombok Utara. Ia membawakan dengan apik, lantunan syair bergaya rudat yang adopsinya dari naskah HGD.

Bagus Livianto sebagai penata lampu kawakan, pun ikut turun gunung setelah cukup lama jeda di pencahayaan teater. Menampilkan pula penata artistik berbakat Akmal dan Penata Musik Badi Saputra.

Sebagaimana pertunjukan-pertunjukan lain Teater Kamar Indonesia selalu berjubel penonton. Kali ini pun tampaknya demikian.

Pada pertunjukan Sandiwara Merah Jambu 1 tahun 2009, mencapai 1.200 penonton, memaksa Teater Kamar Indonesia pentas selama 6 hari.

Maka prediksi, Hikayat Gajah Duduk 2025 akan kembali berjubel penonton. Prediksi HGD akan memecahkan rekor jumlah penonton selama 4 hari pertunjukan. (*) 

Berita Terkait

Back to top button