Musik

Membayangkan Masa Depan Skena Musik Eksperimental di Lombok dari “eksperiMENTAL” milik Blitz Opera

Mataram (NTBSatu) – Blitz Opera menggelar Blitzkrieg Operations #8 bertajuk “eksperiMENTAL” pada Kamis, 18 Juli 2024 di Warjack, Taman Budaya NTB. Dalam gelaran itu, turut tampil Angger Lengkara x Lentera Biru, Ary Juliyant, Art of Distraction x Nebula.

Ada pula Stelgrrruig dan Threaded Dreams yang masing-masing berasal dari Malang, Jawa Timur dan Berlin, Jerman.

Produser, Manajer, dan Promotor Blitz Opera, Reza Ashari menjelaskan motifnya menggelar Blitzkrieg Operations #8 “eksperiMENTAL” dan bayangan masa depan musik eksperimental di Lombok.

IKLAN

Reza mengatakan, ia memiliki keinginan untuk menumbuhkan skena musik eksperimental di Lombok. Terlebih, sebagai pemusik yang juga mengusung genre eksperimental, Reza mengaku mengalami perasaan kesepian.

Ia tidak memiliki kawan-kawan segenerasi yang memilih untuk memainkan musik eksperimental, terutama jenis derau atau noise.

“Threaded Dreams dan Stelgrrruig ingin melangsungkan tur di Lombok. Maka, tanpa pikir panjang, saya langsung menginisiasi gelaran musik eksperimental,” ungkap Reza, Kamis, 19 Juli 2024 malam.

IKLAN

Skena musik eksperimental cenderung tidak “berbunyi” di Lombok. Hal itu dapat terlihat dari minimnya gelaran yang mempresentasikan dan membicarakan musik eksperimental.

Reza menegaskan, skena musik eksperimental di Lombok bukan tidak berbunyi, melainkan belum berbunyi. Ia memiliki keyakinan bahwa suatu saat skena musik eksperimental akan berbunyi di Lombok. Hanya saya, musik eksperimental tidak akan pernah berada di arus utama, melainkan arus pinggir.

IKLAN

“Apabila musik eksperimental akan populer, ia tidak akan pernah sepopuler musik konvensional,” terang Reza.

Ada beberapa orang yang mulai mempresentasikan musik yang dapat terkategorikan sebagai musik eksperimental. Misalnya, dari kalangan anak muda, ada Angger Lengkara. Bagi Reza, Angger Lengkara memiliki kegelisahan musikal yang cenderung akan mengarah menuju musik eksperimental.

Dari kalangan non—anak muda, ada Mantra Ardhana, Ronieste, dan proyek samping dari Ary Juliyant, yaitu Manego atau Manusia Ego.  

Angger Lengkara x Lentera Biru saat tampil pada Blitzkrieg Operations #8 di Warjack Taman Budaya NTB. Foto: Istimewa/Djitoq

Lebih lanjut, Reza menjelaskan bahwa pemusik yang memainkan musik eksperimental ialah orang yang selalu gelisah dalam mencari pencapaian estetika musikal yang baru dan segar.

Ia memaknai musik eksperimental sebagai genre musik yang tidak memiliki batasan. Karena musik eksperimental tidak memiliki batasan, maka pemusik bebas mengeksplorasi genre itu dengan seluas-luasnya.

“Musik eksperimental berdasar dari kejenuhan seorang pemusik yang berada dalam skena musik konvensional atau musik populer,” ucap Reza.

Reza menyatakan, musik eksperimental adalah jenis musik yang bertaruh pada pewacanaan, tidak hanya bentuk. Kemudian, bentuk-bentuk musik eksperimental biasanya muncul secara natural, sesuai dengan keinginan pemusik.

Soal pemilihan wacana, Reza menyebutkan bahwa hal tersebut bersifat subyektif, bergantung pada pemusiknya sendiri.

Di tengah kebiasaan masyarakat merasakan kenyaman mendengarkan musik konvensional atau musik populer, muncul pertanyaan soal apakah musik eksperimental masih relevan untuk didengarkan. Untuk menjawab pertanyaan itu, Reza berpendapat bahwa musik eksperimental, terutama yang berjenis noise, sangat relevan untuk tetap didengarkan.

“Terlebih, realitas hari ini serba tidak jelas dan cenderung penuh kekacauan, seperti kejahatan kemanusiaan yang kini terjadi di Palestina,” papar Reza.

Proyek samping dari Ary Juliyant, Manego atau Manusia Ego saat tampil pada Blitzkrieg Operations #8 di Warjack Taman Budaya NTB. Foto: Istimewa/Djitoq

Baca juga: Tawarkan Musik Berbeda, Athena’s Private Show dan Ranger Hijaw Gelar “Blitzkrieg Operation 1.0”

Melihat Blitz Opera, Membayangkan Masa Depan Musik Eksperimental di Lombok

Reza menjelaskan, penonton yang menghadiri pertunjukan musik eksperimental cenderung telah mempersiapkan diri untuk menikmati pertunjukan yang akan mereka tonton. Penonton telah membangun kesadarannya sendiri saat menghadiri pertunjukan musik eksperimental.

“Berbeda dengan musik konvensional yang mengandalkan lirik, musik eksperimental tidak memiliki media lain selain bunyi untuk mempresentasikan wacana yang disuguhkan oleh pemusik,” jelas Reza.

NTBSatu menanyakan soal masa depan musik eksperimental di Lombok kepada Reza. Ia mengaku telah mendapat pesan-pesan positif untuk mengembangkan skena musik eksperimental di Lombok dari sejumlah pihak.

Sejumlah pihak menitipkan pesan kepada Reza untuk lebih banyak menggelar pertunjukan musik eksperimental di Lombok agar sirkulasi dan diskusi pengetahuan soal musik eksperimental di Lombok berkembang makin jauh.

Reza memiliki keyakinan yang tinggi bahwa skena musik eksperimental akan berkembang pesat di Lombok. Hanya saja, perkembangan itu akan membutuhkan waktu yang sangat lama.

“Soal berapa lama waktu yang dibutuhkan, saya belum bisa memastikannya. Namun, saya tetap optimis,” tandas Reza.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button