BERITA LOKALDaerah NTB

Taman Nasional Moyo-Satonda Didorong Berdampak Ekonomi untuk Daerah

Mataram (NTBSatu) – Pemerintah pusat dan daerah bersinergi mendorong pemanfaatan kawasan Taman Nasional Moyo Satonda untuk meningkatkan dampak ekonomi atau economic impact bagi masyarakat.

Kepala Subdit Inventarisasi dan Pemolaan Kawasan Konservasi, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RI, Rudijanta Tjahja Nugraha mengatakan, Taman Nasional Moyo Satonda merupakan taman nasional termuda di Indonesia yang ditetapkan melalui Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan nomor SK.901/Menlhk.Setjen/PLA.2/8/2022 tanggal 16 Agustus 2022.

Taman nasional yang terletak di Kabupaten Sumbawa dan Kabupaten Dompu ini merupakan kawasan konservasi yang dikelola oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Rudi melanjutkan, dalam pengelolaan kawasan konservasi yang mampu memberikan economic impact memerlukan kehati-hatian, sebab taman nasional dilarang untuk mengeksploitasi dan mengokupasi yang berlawanan dengan tujuan kawasan tersebut.

“Kita pelan-pelan dulu, perlu membuat pondasi yang kuat, dan tentu ada mekanisme pengelolaan yang harus diikuti. Contohnya terkait izin usaha jasa dan wisata disana,” kata Rudi di Mataram pada NTBSatu, Senin, 24 Juni 2024.

Berdasarkan pengelolaannya, taman nasional merujuk pada sistem zonasi untuk pengaturan keruangan di dalam kawasan taman nasional menjadi zona-zona pengelolaan.

Harapannya, taman nasional dapat memberikan keuntungan untuk ilmu pengetahuan, rekreasi, pendidikan, kegiatan spiritual, dan memberikan peluang sebagai tempat wisata dengan catatan sesuai dengan budaya dan lingkungan setempat.

Bercermin pada beberapa taman nasional lain, multiplier effect pada jasa lingkungan wisata alam mampu meningkatkan perekonomian daerah dan pendapatan masyarakat.

Seperti halnya, TN Komodo yang mampu menyumbang PNBP Rp38 miliar dan menggerakkan ekonomi Kabupaten Manggarai Barat sebesar Rp533,3 miliar.

Kemudian ada TN Gunung Rinjani, pada tahun 2022 lalu meraup pendapatan dari Wisata Alam mencapai Rp70 miliar.

Adapun di TWA Gunung Tunak, lanjut Rudi, masyarakat di sekitar kawasan konservasi tersebut memiliki pendapatan tiga kali lipat dari PNPB. Hingga dampak pembangunan wisata bersama masyarakat di Kawasan TN Gunung Ciremai yang mampu memberikan pendapatan sebesar Rp118,44 miliar dengan total masyarakat yang terlibat sebanyak 1.479 orang.

“Tentunya, hal itu bukan setahun dua tahun dapat kita capai, perlu waktu. Namun potensi taman nasional harus segera dioptimalkan agar masyarakat daerah disana lebih sejahtera,” tukasnya.

Untuk dapat memproyeksikan angka-angka tersebut, Kepala BKSDA NTB, Budhy Kurniawan mengatakan, pihaknya telah melakukan survei terkait data base pendapatan beberapa kelompok masyarakat sekitar.

“Ketika akan mengembangkan jasa wisata misalnya, maka lima tahun kedepan kita harus bisa ukur berapa perubahannya pendapatan yang terjadi pada masyarakat sekitar TN Moyo Santoda,” paparnya.

Taman nasional ini memiliki luas 31.200,15 hektare sekaligus menjadi TN ke-55. Taman Nasional Moyo Satonda merupakan bagian dari delineasi Geopark Tambora dan Cagar Biofer Saleh Moyo Tambora yang sebelumnya telah ditetapkan oleh UNESCO di Paris pada 15 Juni 2019.

Danau Satonda dikatakan sebagai danau purba yang ada karena letusan Gunung Satonda berdasarkan penelitian ilmuan Eropa, Stephan Kempa dan Josef Kazmierczak.

Melirik kekayaan hayati yang ada, Pulau Satonda memiliki beragam jenis ikan. Seperti ikan Indikator Apesies dari 1 famili dan 9 jenis, Target Group dari 8 famili dan 45 jenis, Mayor Group dari 21 famili dan 142 jenis. Kemudian, terdapat ikan karang berjenis Caesio, Siganus, Apogon, Abudelduf, Chromis, dan Cyrrhilabrus.

Tidak hanya ikan dan karang, terdapat juga moluska seperti kima, penyu sisik, karang lunak, dan jenis lainnya.

Selanjutnya, Pulau Moyo merupakan tempat pelestarian burung kakaktua kecil jambul kuning. Tempat pengamatan dari burung ini terbagi menjadi dua site, yaitu Site Ai Manis dan Brangsedo. Terdapat pula Air Terjun Mata Jitu atau Mata Lady Di dengan ketinggian lebih kurang 7 meter.

Beragam satwa juga ada di Pulau Moyo, yaitu mamalia (5 jenis), reptil (10 jenis), burung terestrial, dan burung kecil (45 jenis).

Melihat potensi tersebut, Budhy mengungkapkan, masyarakat belum mampu memanfaatkan jasa wisata secara maksimal. Tentunya amat disayangkan jika dibiarkan terus-menerus dan tidak mendapatkan perhatian dari pemerintah.

“Orang kesana baru melihat alamnya saja, jadi belum ada nilai tambah. Penawaran untuk paket perjalanan yang menampilkan atraksi burung misalnya, nah itu yang coba akan kita optimalkan,” pungkasnya.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button