Mataram (NTBSatu) – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI melalui perwakilannya di NTB menemukan beberapa catatan terhadap penyelenggaraan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) SMK Dinas Dikbud NTB.
Hal ini diungkapkan Auditor Utama Keuangan Negara VI BPK RI, Laode Nusriadi ketika menyerahkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan Pemprov NTB Tahun 2023 di Ruang Rapat Paripurna DPRD Provinsi NTB, Senin, 10 Juni 2024.
“Pertama, Pemprov NTB belum memiliki kebijakan akuntansi dan mekanisme pengelolaan keuangan BLUD satuan pendidikan. Hal itu mencerminkan masih adanya kelemahan pengendalian internal yang berpotensi menimbulkan penyalahgunaan keuangan,” kata Laode.
Kemudian, Pemprov NTB juga belum memiliki mekanisme baku dalam pengelolaan Biaya Penyelenggaraan Pendidikan (BPP) sekolah non-BLUD. Sehingga berdampak terhadap pengelolaan BPP yang belum tertib, sulit dimonitor, dan dievaluasi kewajaran penerimaan dan penggunaannya.
“BPK merekomendasikan kepada Pemprov NTB agar menyusun dan menetapkan mekanisme baku yang menjadi standar dalam pengelolaan BPP sekolah non-BLUD,” terangnya.
Merespons temuan BPK RI tersebut, Koordinator BLUD SMK Dinas Dikbud NTB, Lalu Yani Wardan mengaku telah mengetahuinya sejak Maret 2024. Informasi itu ia dapat setelah tim BPK RI turun langsung ke 11 SMK BLUD.
Berita Terkini:
- MDMC Gelar Program “Karang Tangguh” di NTB, Upaya Tekan Risiko Dampak Bencana
- Debat Baru Mulai, Calon Wali Kota Bima Nomor Urut 3 Tinggalkan Podium
- Senator Evi Apita Maya Tegaskan Dukung Zul-Uhel di Pilgub NTB 2024
- SMKPP Negeri Bima akan Teruskan Pertanian Berkelanjutan
- Bahlil Umumkan Kepengurusan DPP Partai Golkar, Berikut Daftarnya
“Setelah dilakukan pemeriksaan kepada 11 SMK BLUD waktu itu, ternyata terdapat honor guru yang mengelola BLUD diberikan melalui BPP. Padahal, tidak ada payung hukum yang memperbolehkan dana BPP dialokasikan untuk membayar honor guru,” ungkapnya, Selasa, 11 Juni 2024.
Honor guru yang mengelola BLUD itu hanya bisa diberikan melalui hasil jasa dari BLUD. Namun, pendapatan SMK BLUD tidak berasal dari hasil jasa saja, ada Teaching Factory (TeFa), kerja sama dengan dunia industri, dan BPP.
Kemudian, sekolah mengelola pendapatan itu dalam rangka meningkat SDM, seperti melakukan penguatan sarana prasarana, penguatan lulusan, dan lain sebagainya.
“Akibatnya, semua itu banyak ditemukan honor guru yang seharusnya tidak diperbolehkan, karena tidak mempunyai dasar mendapatkan honor,” jelas Yani.
Sehingga, ketika informasi itu dirinya dapatkan, pihaknya langsung memberikan surat edaran kepada seluruh SMK yang BLUD maupun non BLUD.
“Kita minta agar disamaratakan semua, supaya tidak ada kecemburuan sosial terkait dengan honor guru. Selama ini, yang masih menjadi tambahan penghasilan guru diambilkan melalui BPP,” tambah Yani. (JEF)