Mataram (NTBSatu) – Oknum pimpinan pondok pesantren (Ponpes) di wilayah Sekotong, Lombok Barat inisial MA masih diburu polisi.
Kasat Reskrim Polres Lombok Barat, Iptu Abisatya Darma Wiryatmaja menyebut, MA diduga masih berada di wilayah Lombok.
“Pencarian masih terus kami lakukan, sejauh ini kami menduga terlapor ini masih di Lombok,” katanya kepada wartawan beberapa waktu lalu.
MA diketahui melarikan diri pasca-insiden perusakan ponpes Kamis, 9 Mei 2024. Kerusakan dilaksanakan setelah warga mengetahui oknum pimpinan ponpes diduga mencabuli sejumlah santrinya.
Santri yang menjadi korban kegiatan bejat MA sebanyak empat orang. “Korbannya empat orang. Satu disetubuhi, tiga dicabuli,” sebut Kasat Reskrim.
Setelah mendapat laporan, polisi melakukan serangkaian pemeriksaan saksi dan visum. Hasilnya pun telah dikantongi penyidik kepolisian.
“Hasil visum, sudah ada, sudah kami dapatkan,” akunya.
Sebelumnya, Direktur Badan Konsultasi dan Bantuan Hukum (BKBH) Unram, Joko Jumadi menyebut korban sebagian besar berusia di bawah umur. Kejadian dialami korban pada tahun 2023.
Modusnya, dia menyuruh para korban membuatkan kopi, mereka diminta mengantar kopi ke ruangan pribadinya atau rumah pelaku. Saat rumah dalam keadaan sepi dan istrinya tidak ada, saat itu juga MA melancarkan aksi bejatnya.
“Usia korban belasan tahun,” jelas Joko.
Berita Terkini:
- Perketat Pengawasan Jelang Nataru, Satpol PP Mataram Gelar Razia Kembang Api dan Petasan
- Anggaran Fiskal NTB 2024: Inflasi Rp564 Miliar Inflasi, Kemiskinan Rp341 Miliar, dan Stunting Rp47 Miliar
- Jaksa Teliti Berkas Perkara Tersangka Agus
- Pemprov NTB Kembali Pulangkan 5 WNI Asal NTB Terdampak Perang Suriah
- Polisi Kantongi Saksi Kunci Meninggalnya Santriwati Ponpes Al Aziziyah
Tak sampai di situ, di antara korban ada yang diancam akan dikeluarkan dari pondok pesantren jika menceritakan dirinya telah dilecehkan. Selain itu, santri juga diiming-imingi mendapatkan mendapatkan ilmu.
Tindakan bejat pelaku terungkap setelah salah satu korban tidak mau kembali ke pondok. Dia menceritakan bagaimana perbuatan MA kepada orang tuanya.
Setelah mendengar itu, keluarga korban tersebut berinisiatif mengumpulkan orang tua lain santriwati yang juga menjadi sasaran nafsu pelaku. Setelah itu mereka bersama-sama menemui MA didampingi salah satu tokoh masyarakat setempat.
Namun bukannya mengaku, pelaku justru mengelak dan mengatakan bahwa yang melakukan pelecehan adalah makhluk gaib atau jin.
“Kalau dia ngaku, minta maaf, kasus ini tidak berlanjut,” ungkapnya.
Selang beberapa waktu, salah satu keluarga korban bertemu pihak pelaku. Namun, istri pelaku mencetus dan mengelak perbuatan suaminya.
“Tapi dijawab ketus oleh istri pelaku, ‘emang anak kamu hamil. Ngapain ribut-ribut kalau ndak hamil’,” kata Joko mengikuti celetukan istri MA.
Itulah yang menyulut emosi warga hingga berujung pada perusakan gedung pondok pesantren. (KHN)