Mataram (NTBSatu) – Seorang ayah seharusnya menjadi garda terdepan melindungi buah hatinya. Namun tidak dengan S asal Lombok Utara, dia justru tega mencabuli anaknya usia 16 tahun.
Tindakan bejat S dibenarkan Kasat Reskrim Polres Lombok Utara, Iptu Ghufron Subeki. Kini dia telah ditetapkan sebagai tersangka.
“Benar, telah terjadi tindak pidana pencabulan atau pelecehan seksual di wilayah hukum kami,” katanya kepada NTBSatu, Selasa, 30 April 2024 siang.
Ghufron menjelaskan, perbuatan pelaku terbongkar setelah korban menceritakan hal yang dialaminya kepada bibinya.
Kepada keluarganya, perempuan yang kini duduk di bangku SMA itu mengaku sering dipaksa pelaku agar melakukan hubungan suami istri.
“Korban menceritakan perbuatan ayahnya kepada bibinya melalui pesan WhatsApp,” ungkap Ghufron.
Malam harinya, sekitar pukul 21.00 Wita, bibinya kembali menceritakan peristiwa tersebut kepada paman korban yang juga adik kandung pelaku.
Berita Terkini:
- Prediksi Tanggal Rilis iPhone 17, Ini Spesifikasinya
- Polisi Didorong Tuntut Mati “Walid Lombok” Diduga Cabuli-Setubuhi Santriwati
- Biaya Transportasi Berobat Mahal-Pelayanan Kurang, Gubernur NTB Janji Tingkatkan Kualitas Rumah Sakit di Pulau Sumbawa
- 5 Calon Kuat Pengganti Paus Fransiskus
- Prabowo hingga Jokowi Berduka Atas Wafatnya Paus Fransiskus
Paman korban, sambung Ghufron, selanjutnya melaporkan kejadian yang dialami keponakannya ke Kepala Dusun (Kadus) setempat. “Setelah mendengar laporan warganya, pak Kadus langsung melapor ke Polsek Pemenang,” katanya.
Pihak Polsek Pemenang selanjutnya berkoordinasi dan melimpahkan perkara pelecehan itu ke Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Lombok Utara.
Begitu mendapat informasi, tim Reskrim langsung bergerak menuju kediaman pelaku di Kecamatan Pemenang. S dibekuk tanpa perlawanan.
Di hadapan kepolisian, pria 47 tahun itu mengakui perbuatannya. “Sudah kami jadikan tersangka dan ditahan di Rutan (Polres Lombok Utara),” jelasnya.
Ayah cabul itu disangkakan Pasal 81 ayat 1 dan 3 yo Pasal 76 D Undang-undang RI Nomor 35 tahun 2014 tentang perubahan atas undang-undang Nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak dengan ancaman pidana minimal 5 tahun penjara dan maksimal 15 tahun penjara. Kemudian denda paling banyak Rp5 miliar. (KHN)