Daerah NTB

Dianggap Perjalanan Suci dan Sakral, Tradisi Mengantar Jemaah Haji di Lombok Dilakukan Sejak Berangkat Gunakan Kapal Laut

Mataram (NTBSatu) – Pemberangkatan Calon Jemaah Haji (CJH) asal NTB masih berlangsung hingga 28 Mei 2024. Selama proses pemberangkatan, suasana Asrama Haji Embarkasi Lombok di Jalan dr. R. Soedjono, Lingkar Selatan, Kota Mataram tampak ramai.

Hal itu menjadi pemandangan yang umum terlihat jelang keberangkatan sejumlah kelompok terbang (kloter). Bahkan, menjadi tradisi yang lazim dilakukan masyarakat untuk mengantarkan jemaah haji hingga ke titik keberangkatan.

Biasanya orang-orang yang mengantar haji ini datang masih dari kalangan keluarga, tetangga hingga kerabat. Selain mendoakan, orang-orang yang mengantar haji ini berharap mendapat keberkahan agar kelak ikut menjadi tamu Allah, swt., selanjutnya yang diundang ke Baitullah.

Dosen Sastra dan Budaya Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Mataram (FKIP Unram), Prof. Dr. H. Nuriadi Sayip, S.S., M.Hum., menerangkan, bahwa tradisi masyarakat di NTB, khususnya suku Sasak dalam mengantar jemaah haji sudah dilakukan sejak lama.

Dosen Sastra dan Budaya FKIP Unram, Nuriadi Sayip. Foto: Zhafran Zibral

Dimulai, ketika dahulu keberangkatan jemaah haji masih menggunakan kapal laut. Perjalanannya menghabiskan waktu hingga satu tahun, sejak berangkat sampai pulang kembali.

“Sudah menjadi tradisi yang dibiasakan leluhur orang Sasak terdahulu, sejak berangkat haji naik kapal laut. Itulah yang menyebabkan tradisi ini mulai muncul untuk mengantar, melepas kepergian jemaah haji,” ungkapnya, kepada NTBSatu, Jumat, 17 Mei 2024.

Sehingga turun-temurun sampai sekarang, ketika ada yang mau berpergian jauh dalam hal ini ibadah haji, mesti diantar oleh rombongan keluarga bahkan satu kampung.

Berita Terkini:

“Masyarakat suku Sasak menganggap perjalan ibadah haji ini adalah perjalanan yang suci dan sakral, sehingga harus diantar sebaik mungkin. Begitupun saat pulang nanti, karena menjadi kebanggaan bagi keluarga yang berangkat, bukan hanya calon jemaah haji saja,” jelas Nuriadi.

Tradisi mengantar jemaah haji itu tak hanya dilihat saat berangkat dari Asrama Haji saja. Melainkan, tradisinya dimulai ketika melaksanakan Walimatus Safar atau syukuran, sekaligus momen berpamitan jemaah haji sebelum berangkat ke Tanah Suci Mekah hingga pulang nanti.

“Orang yang naik haji disebut sebagai tamu Allah. Nama tamu Allah menjadi sangat mengena bagi kebudayaan dan pemikiran orang Sasak dalam memperlakukan orang naik haji. Tentu dari situ, mereka berharap mendapat pahala dan keberkahan karena calon jemaah haji sebelum berangkat sampai sesudah berangkat dikelilingi malaikat,” tambah Nuriadi.

Sementara jika dilihat secara sosiologis, tradisi mengantar calon jemaah haji ini sebagai wujud ikatan emosional antar masyarakat.

“Mereka saling membantu, yang jelas tujuannya mewujudkan kebahagiaan, kesyukuran antar masyarakat. Memberikan dukungan dan semangat penuh kepada yang berangkat haji,” kata Nuriadi.

Termasuk, masyarakat Sasak itu melihat seseorang yang akan menjalankan ibadah haji sebagai seorang yang dianggap sempurna. Sebab, secara Rukun Islam sudah mencapai puncak pencapaian tertinggi dalam beragama.

“Atas pandangan itu, masyarakat Sasak bersyukur. Sehingga habis-habisan membantu dan memberikan dukungan, dengan tujuan meningkatkan ikatan emosional,” ujar Nuriadi.

Ia mengatakan, karena ada pandangan dianggap sudah sempurna secara akidah dan ajaran agama, jemaah haji ketika pulang akan mendapatkan panggilan yang berbeda di masyarakat.

“Yang sudah naik haji, maka dipanggil bapak bukan amaq. Amaq dan bapak itu berbeda. Amaq itu panggilan bapak sehari-sehari di masyarakat Sasak, tetapi kalau panggilannya bapak seperti ‘naik’ derajatnya,” tuturnya.

Kalau di Lombok Barat dan beberapa daerah Lombok Timur, memanggilnya dengan sebutan tuan haji. Bahkan, ada yang menyebut dengan panggilan miq, walaupun bukan bergelar Lalu.

“Sebegitu pandangannya, karena orang yang naik haji itu orang spesial dan dianggap sempurna akidah dan ajaran agama. Bisa sampai ke Baitullah itu adalah anugerah Allah, sehingga gelar haji itu jadi predikat yang khusus,” tutup Nuriadi. (JEF)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button