Mataram (NTBSatu) – Seorang Ahli Biologi Reptor, Amerika Serikat (AS), Kara Beer melihat kondisi alam di Bima rusak parah, awal Mei lalu. Keadaan ini berdampak pada keberadaan sejumlah Elang Flores (Nisaetus floris), khususnya di Desa Kaowa, Kecamatan Lambitu, Kabupaten Bima, NTB.
“Ancaman terbesar di depan mata hilangnya habitat mereka,” kata Kara Beer dalam keterangan tertulis diterima NTBSatu, Senin 13 Mei 2024.
“Kami melakukan perjalanan ke pegunungan melewati banyak desa kecil. Perjalanan itu memberi kami pemandangan luas ke seluruh lembah dan lereng bukit di sekitarnya. Jagung dan ladang pertanian lainnya menyelimuti daerah tersebut, dan terdapat banyak desa dengan bangunan, lalu lintas, dan manusia di antaranya,” kenang Kara.
Raptor Censervation Society – Bogor Indonesia, Usep Supratman, mengatakan, Elang Flores adalah spesies terancam punah yang hanya menempati sisa hutan terakhir di Pulau Sunda Kecil, Indonesia.
Saat ini kajian mengenai wilayah jelajah dan pemanfaatan habitat Individu Elang Flores (Nisaetus floris) dengan menggunakan pelacakan GPS belum bersifat informasi dan hanya mencatat perkiraan wilayah jelajah pada suatu titik, data dasar yang terbatas.
Berita Terkini:
- Kunker ke Surabaya, Komisi III DPRD NTB Nilai Perubahan Perda Penyertaan Modal Mendesak
- Diskursus Vol VI Overact Theatre, Menguak Sejarah Teater Kamar Indonesia
- Perjalanan Kepemilikan ANTV yang Kini Lakukan PHK Massal
- Sebelum Gubernur Terpilih Dilantik, Hassanudin akan Dievaluasi Kemendagri 9 Januari 2025
Oleh karena itu, upaya mempelajari luas wilayah jelajah dan menentukan struktur habitat dengan menggunakan pelacakan GPS sangat diperlukan mengingat tren penurunan populasi Elang Flores. Metodologi yang digunakan adalah penangkapan Elang Flores dewasa menggunakan perangkap jaring busur (bownet trapping) pengukuran morfologi, dan pemasangan GPS-tracked.
Keluaran yang diharapkan disediakan sebagai data dasar untuk masa depan Elang Flores seukuran wilayah jelajahnya bersama dengan pemantauan yang dapat diterapkan secara luas untuk mengidentifikasi prioritas konservasi spasial dalam lanskap.
“Informasi yang akurat mengenai perilaku jelajah Elang Flores diperlukan untuk meningkatkan pemahaman kita tentang ukuran wilayah jelajah, preferensi habitat, dan potensi perpindahan antar pulau. Hal ini dapat memberikan masukan bagi pemahaman kita mengenai demografi spesies dan dinamika populasinya, serta secara langsung memberikan informasi mengenai kebutuhan dan tindakan konservasi bagi spesies tersebut,” terangnya.
Tujuan untuk menggunakan pelacakan GPS elang Flores dewasa, kata Usep Supratman, untuk cepat meningkatkan pemahaman tentang kebutuhan habitat mereka. Hal ini akan membantu mengurangi gangguan manusia dan menginformasikan konservasi mereka.
“Misalnya, di Desa Kaowa terjadi peningkatan hilangnya habitat akibat pengembangan pertanian jagung, meskipun hal ini mungkin menimbulkan ancaman terhadap spesies tersebut, pembukaan hutan diperkirakan dapat meningkatkan wilayah perburuan dan menguntungkan elang. Memahami preferensi habitat Elang Flores sangat penting dalam mengelola potensi ancaman seperti ini, khususnya di wilayah yang dekat dengan kawasan lindung,” ungkapnya.