Mataram (NTBSatu) – Konflik yang melibatkan Israel dan Iran makin panas. Banyak pihak mengkhawatirkan konflik tersebut akan meluas.
Maka, pemerintah Indonesia meminta warga negaranya yang berada di Iran untuk tetap waspada dalam konflik yang masih terus memanas itu. Dalam situasi konflik yang masih memanas itu, Pemprov NTB terus memantau perkembangan situasi di negara tersebut.
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) NTB, I Gede Putu Aryadi S.Sos., M.H., mengatakan, pihaknya belum menerima laporan soal PMI yang bekerja di Iran, baik yang legal maupun ilegal.
“Saya tidak cukup hafal apakah Iran masuk dalam 80 negara penempatan itu, tapi sepertinya tidak masuk. Kecuali, ada PMI ke Timur Tengah lalu nyebrang ke Iran secara non-prosedural, tapi memang sampai saat ini belum ada laporan,” ungkap Gede, dikonfirmasi Kamis, 18 April 2024.
Gede mengungkapkan, bila terdapat PMI non-prosedural, biasanya tak akan terdada di Kedutaan Besar RI di luar negeri. Sehingga, pemerintah tentu akan cukup kesulitan untuk melakukan pelacakan WNI atau PMI di sana.
Berita Terkini:
- Survei PRESiSI: Elektabilitas Najmul – Kus Jauh Tinggalkan Dua Pesaingnya
- Survei SPIN: Elektabilitas Muchsin Effendi – Junaidi Arif Lewati Najmul – Kus di Pilkada Lombok Utara
- Enam Ekor Sapi Warga di Bima Tersambar Petir, Kerugian Capai Rp30 Juta
- Pengamat Prediksi AQUR akan Menang di Pilkada Kota Mataram
Terlebih jika eskalasi Iran memanas, pemerintah akan sulit untuk melakukan komunikasi, terutama bagi mereka yang tidak terdata.
“Apabila ada PMI dari NTB di Iran, hubungi saja aparat di Kedutaan, nanti bisa berhubungan dengan atase di sana. Meskipun non-prosedural, hubungi saja mereka, lebih bagus begitu supaya pemerintah bisa menyelamatkan,” tandas Gede.
Melansir dari Antara, KBRI Teheran menyatakan jumlah WNI di Iran tercatat sebanyak 376 orang, yang sebagian besar adalah pelajar dan mahasiswa di Kota Qom.
Hingga kini, Israel berada dalam kewaspadaan tinggi setelah Iran menyerang teritori Israel sebagai balasan atas serangan udara pada 1 April terhadap fasilitas diplomatiknya di ibu kota Suriah, Damaskus. (GSR)